Headlines News :
Home » » KONSEP DASAR SOSIOLOGI

KONSEP DASAR SOSIOLOGI

Written By mikailahaninda.blogspot.com on Rabu, 11 Februari 2015 | 12.48


BAGIAN VI
KONSEP DASAR SOSIOLOGI

A.    Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari materi pada bagian VI ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan konsep dasar sosiologi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
B.     Deskripsi Materi
1.      Pengertian dan Sejarah Lahirnya Sosiologi
1)      Pengertian Sosiologi
Secara terminologi ‘sosilogi’ berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yakni kata ‘socius’ dan ‘logos’. ‘Socius’ (Yunani) yang berarti ‘kawan’, ‘berkawan’, ataupun ‘bermasyarakat’. Sedangkan ‘logos’ berarti ‘ilmu’ atau bisa juga ‘berbicara tentang sesuatu’. Dengan demikian secara harfiah istilah “sosiologi” dapat diartikan ilmu tentang masyarakat (Spencer dan Inkeles, 1982:4). Oleh karena itu sosiologi sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tentang masyarakat maka cakupannya sangat luas, dan cukup sulit untuk merumuskan suatu definisi yang mengemukakan keseluruhan pengertian, sifat dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat. Dengan kata lain suatu definisi hanya dapat dipakai sebagai suatu pegangan sementara saja. Untuk sekedar pegangan sementara tersebut, di bawah ini diberikan beberapa definisi sosiologi, sebagai berikut:
Pertama; Pitirim Sorokin (1928: 760-761) mengemukakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu tentang: (a) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gej ala­gejala sosial (contoh: antara gejala ekonomi dengan non-ekonomi seperti agama, gejala keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, dan sebagainya.
Kedua; William Ogburn dan Meyer F Nimkoff (1959: 12-13) berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial. Ketiga; Roucek dan Warren (1962: 3) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu tentang hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompoknya. Keempat; J.A.A. van Doorn dan C.J. Lammers (1964: 24) mengemukakan bahwa sosiologi ilmu tentang struktur­struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Kelima; Meta Spencer dan Alex Inkeles (1982: 4) mengemukakan bahwa sosiologi ilmu tentang kelompok hidup manusia. Keenam; David Popenoe (1983:107-108) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu tentang interaksi manusia dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Ketujuh; Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1982: 14) menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Lebih lanjut dikemukakan bahwa struktur sosial keseluruhan jalinan abtara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan sosial. Sedangkan proses sosial adalah pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal-balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, kehidupan hukum dengan agama, dan sebagainya.
Dengan demikian sosiologi dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu tentang interaksi sosial, kelompok sosial, gejala-gejala sosial, organisasi sosial, struktur sosial, proses sosial, dan perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
2)      Sejarah Lahirnya Sosiologi
Tindakan sosial telah ada sejak manusia itu ada. Namun demikian, baru pada akhir abad 19, manusia berusaha untuk menyusun sebuah ilmu tentang kehidupan sosial ataupun tindakan sosial. Hal ini disebabkan karena pada saat inilah manusia mulai mempertanyakan tentang apa yang mendorong manusia melakukan berbagai bentuk tindakan sosial?, bagaimana kehidupan masyarakat itu dapat berjalan dalam kehidupan sehari-hari?, bagaimana tindakan kriminal sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat?, bagaimana seharusnya manusia bertindak dalam bermasyarakat?. Berdasarkan berbagai pertanyaan tersebut, manusia berusaha mencari jawabannya dengan cara yang lebih sistematis atau yang dianggap lebih ilmiah, bukan lagi berdasarkan legenda, mitos, ataupun dongeng semata yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Pada perkembangan selanjutnya, sejumlah ilmuwan berusaha untuk menemukan suatu sistem pengetahuan yang mampu memverifikasi tindakan sosial manusia, hubungan antar manusia, dan perilaku sosial budaya manusia melalui kehidupan bermasyarakat. Selain itu, berbagai penelitian juga dilakukan untuk memperoleh berbagai gambaran yang lebih jelas mengenai kehidupan di dalam masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, dan fisik yang terkandung dalam ilmu Sosiologi.
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai permasalahan sosial sering kali terjadi. Berbagai tingkat kejahatan, pembunuhan, tindakan asusila, maupun perselisihan pendapat sering kali terjadi. Sosiologi lahir karena keinginan untuk memahami kehiduan sosial dan cara orang bertindak di dalamnya (Cabin, 2004: xii). Dalam sejarahnya, sosiologi berusaha untuk menjawab berbagai pertanyaan, yaitu:
a.       Pengetahuan tentang fenomena-fenomena kolektif. Sosiologi dianggap dapat menjawab perilaku patologis manusia sehingga dapat mewujudkan harmonisasi dalam masyarakat
b.      Sosiologi bertujuan mendeskripsikan masyarakat dan fungsinya. Hal ini berangkat dari prinsip bahwa materi dasar kehidupan manusia adalah tindakan manusia sebagai individu (aktor).
c.       Kepedulian manusia untuk memahami kehidupan sosial secara ilmiah dan rasional sehingga sosiologi mampu membuktikan hukum-hukum fungsional dalam masyarakat.
d.      Munculnya kritik dalam masyarakat untuk mengungkapkan suatu tatanan sosial yang tersembunyi.
Berbagai pertanyaan mendasar itu melahirkan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir dari suatu kekacauan yaitu pada masa transisi ke arah masyarakat baru yang merupakan titik pertemuan antara tiga peristiwa, penting yaitu:
a.       Revolusi Politik (Revolusi Perancis)
Perubahan masyarakat yang terjadi selama revolusi politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik, dan sosial. Adanya semangat liberalisme muncul disegala bidang seperti penerapan dalam hukum dan undang-undang. Pembagian masyarakat kedalam kelas-kelas terttentu perlahan-lahan mulai terhapus dan masyarakat mulai diberikan hak yang sama dalam hukum.
b.      Revolusi Ekonomi (Revolusi Industri)
Abad 19 merupakan saat terjadinya revolusi industri. Berkembangnya kapitalisme perdagangan, mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unit-unit produksi yang luas, terbentuknya kelas buruh dan terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi dari hiruk­pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubahan dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai perekonomian semakin melemahkan kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang bersatu membentuk perserikatan.
c.       Revolusi Intelektual (Kemenangan rasionalisme, ilmu pengetahuan, dan positvisme).
Auguste Comte yang mengumumkan datangnya zaman positivisme yaitu sebuah dunia yang didasarkan pada penjelasan ilmiah, yang tunduk pada pengetahuan tentang tindakan dan percobaan (eksperimental). Bahwa sebuah ilmu harus berdasarkan observasi empiris dan eksak tentang fenomena-fenomena sosial.
Dari ketiga peristiwa tersebut semua berawal dari kondisi yang memprihatinkan. Terjadinya perubahan besar-besaran di tengah-tengah masyarakat yang mempengaruhi kehidupan ekonomi, sosial dan politik melahirkan suatu pemikiran bagaimana mengatur masyarakat sehingga tercipta keharmonisan dan keseimbangan masyarakat.
Istilah sosiologi muncul pertama kali pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke 47 Cours de la Philosophie (Kuliah Filsafat) karya Auguste Comte. Tetapi sebelumnya Comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika sosial tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang statistik kependudukan maka dengan berat hati Comte harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan istilah baru yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu socius (masyarakat) dan logos (ilmu). Dengan harapan bahwa tujuan sosiologi adalah untuk menemukan hukum-hukum masyarakat dan menerapkan pengetahuan itu demi kepentingan pemerintahan kota yang baik.
Sosiologi lahir di tempat yang berbeda yaitu Perancis, Jerman dan Amerika Serikat yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab yang menunjukkan adanya beberapa kemajuan intelektual yang secara radikal bertentangan. Mazhab Perancis ditandai dengan personalitas Emile Durkheim melalui pendekatan yang obyektif dengan menggunakan model ilmu pengetahuan alam. Mazhab Jerman, membedakan antara ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan kejiwaan, penjelasan, serta cakupannya. Sedangkan di Amerika terkenal dengan Mazhab Chicago bertujuan untuk mengintervensi dan membahas permasalahan yang konkret secara empiris dengan membangun laboratoium, melakukan penelitian sampai mempublikasikan buku-buku dan majalah.
Dari tempat-tempat lahirnya Sosiologi tersebut memunculkan banyak tokoh perintis sosiologi yang kemudian mulai serius menggeluti sosiologi dan melakukan berbagai penelitian tentang masyarakat dan permasalahan sosial yang terjadi di dalamnya. Para tokoh sosiologi tersebut mencoba mencari sebuah pemikiran murni tentang sosiologi, karena selama kurun waktu tersebut sosiologi lebih banyak dipengaruhi oleh ilmu filsafat dan psikologi yang telah lebih dahulu ada.

2.      Tokoh Sosiologi Klasik
Sebelum lebih jauh membahas tentang fungsi sosiologi bagi perkembangan masyarakat, terlebih dahulu kita mengenal tentang berbagai sumbangan pemikiran para tokoh perintis awal sosiologi (klasik) dan pemikiran tokoh sosiologi setelahnya.
1)      Auguste Comte (1798 – 1857)
Tokoh sosiologi yang memiliki banyak julukan sebagai Bapak Sosiologi, Perintis aliran Positivis. Salah satu sumbangan pemikiran Aguste Comte adalah tentang hukum kemajuan kebudayaan masyarakat. Dalam hal ini, Aguste Comte membaginya menjadi tiga zaman yaitu:
1)      Zaman Teologis
Zaman Teologis yaitu zaman dimana masyarakatnya mempunyai kepercayaan magis, percaya pada roh, jimat, dunia bergerak menuju alam baka, pemujaan terhadap nenek moyang, hingga pada akhirnya menuju ke sebuah dunia dimana orang mati mengatur orang hidup. Dalam hal ini kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh adanya sebuah kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat mistis.
2)      Zaman Metafisika
Zaman metafisika yaitu suatu masa dimana masyarakat memiliki suatu pemikiran bahwa manusia masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal.
3)      Zaman Positivis
Zaman Positivis yaitu suatu masa dimana segala penjelasan tentang gejala sosial maupun gejala alam dilakukan dengan tetap mengacu pada deskripsi ilmiah (hukum-hukum ilmiah).
Berdasarkan pemikirannya yang sekaligus memperkenalkan metode positivis, maka Aguste Comte dianggap sebagai perintis aliran positivisme. Adapun ciri-ciri metode positivis Comte yaitu obyek yang dikaji berupa fakta, bermanfaat, dan mengarah pada kepastian dan kecermatan.
Sumbangan pemikiran Aguste Comte, yang juga penting adalah pemikirannya tentang agama baru yaitu agama humanitas yang mendasarkan pada kemanusiaan. Menurut Comte, intelektualitas yang dibangun manusia harus berdasarkan pada sebuah moralitas. Menurut Aguste Comte, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemajuan sosial tergantung perkembangan perasaan altruistik serta pelaksanaan tugas meningkatkan kemanusiaan sehingga tercipta masyarakat yang tertib, maju, dan modern dapat terwujud. Tetapi gagasan tentang agama humanitas ini belum sempat deklasarasikan oleh Comte sebagai agama baru bagi masyarakat dunia, karena pada tahun 1957, Comte meninggal dunia.
2)      Karl Marx (1818 – 1883)
Karl Marx lahir di Jerman pada tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniawan Yahudi. Pada tahun 1814 ia menyelesaikan studinya di Unversitas Berlin. Dikarenakan pergaulannya lebih banyak dengan orang-­orang yang dianggap radikal, maka Karl Marx mengurungkan niatnya untuk menjadi pengajar di Universitas dan lebih memilih untuk fokus ke kancah politik.
Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas sosial yang tertuang dalam tulisannya berjudul The Communist Manifest yang ditulis bersama Friedrich Engels. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda yaitu kelas borjuis (majikan) terdiri dari orang-orang yang menguasai alat produksi dan kelas proletar (buruh) yang tidak memiliki alat produksi dan modal sehingga menjadi kelas yang dieksploitasi oleh kelas proletar. Menurut Marx, suatu saat kelas proletar akan menyadari kepentingan bersama dengan melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas. Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud tetapi pemikiran tentang stratifikasi dan konflik social tetap berpengaruh terhadap pemikiran perkembangan sosiologi khususnya terkait dengan kapitalisme.

3.      Pendekatan, metode, dan tehnik pengumpulan data dalam sosiologi
1)      Pendekatan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sosiologi diawal kelahirannya pada abad ke-19, sehingga banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang bersifat positivistik khususnya bagi pendirinya Auguste Comte. Namun demikian, dalam pendekatannya sosiologi tidaklah absolut bersifat kuantitatif, melainkan juga dapat menggunakan pendekatan kualitatif (Soekanto, 1986: 36).
Adapun dalam pendekatan kuantitatif, sosiologi lebih mengutamakan bahan, keterangan­-keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang ditelitinya dapat diukur dengan menggunakan skala-skala, indeks, tabel-tabel, dan formula-formula yang menggunakan statitistik. Sebagaimana diketahui bahwa sosiologi bertujuan untuk menelaah gejala-gejala sosial secara matematis, baik itu melalui teknik sosiometri yang berusaha untuk meneliti masyarakat secara kuantitatif dengan menggunakan skala-skala dan angka-angka untuk mempelajari hubungan antar individu dan masyarakat. Adapun dalam pendekatan kualitatif, sosiologi selalu dikaitkan dengan epistemologi interpretatif dengan penekanan pada makna-makna yang tekandung di dalamnya atau yang ada dibalik kenyataan-kenyataan yang teramati dalam kehidupan sehari-hari.
2)      Metode
Para ahli sosiologi dalam penelitiannya banyak menggunakan berbagai macam metode penelitian, antaralain yaitu:
a.       Metode Deskriptif: Metode ini sering disebut sebagai bagian dari metode empiris yang menekankan pada kajian masa kini. Secara singkat metode deskriptif ini adalah suatu metode yang berupaya untuk mengungkap pengejaran/pelacakan pengetahuan. Metode ini dirancang untuk menemukan apa yang sedang terjadi tentang siapa, di mana, dan kapan. Penelitian ini berdasar pada kehati-hatian dalam mengumpulkan suatu data/fakta untuk menggambarkan beberapa hal yang diuraikan, seperti penggolongan, praktek, maupun peristiwa-peristiwa yang tercakup di dalamnya (Popenoe, 1983: 28). Statistik kejahatan, survei pendapat umum, tentang angka kejahatan, tanggapan pendengar dan penonton radio dan televisi, laporan atas kebisaaan dan kejahatan seksual, semuanya ini adalah contoh­contoh tentang studi deskriptif tersebut. Dengan demikian dalam metode ini juga termasuk metode survey dengan pelibatan jumlah sampel yang begitu banyak untuk mengungkap dan mengukur sikap sosial maupun politik seperti yang dirintis George Gallup dalam The Literary Digest (1936). Dalam meode ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang disusun melalui angket (kuesioner) terhadap responden untuk mengukur pendapat / tanggapan publik sesuatu yang diteliti (Bailey, 1982: 110; Spencer dan Inkeles, 1982: 32) .
b.      Metode eksplanatori: Metode ini merupakan bagian dari metode empiris. Popenoe (1983: 28) menyatakan bahwa seandainya saja dalam studi deskriptif lebih banyak bertanya tentang apa, siapa, kapan, dan di mana, maka dalam studi eksplanatori lebih banyak menjawab mengapa dan bagaimana. Oleh karena itu metode ini bersifat menjelaskan atas jawaban dari pertanyaan "mengapa" dan "bagaimana" itu. Sebagai contoh; mengapa tingkat perceraian di daerah NTB naik secara tajam? Mengapa masyarakat merasakan bahwa hidup di kota besar itu tingkat kompetisinya lebih tinggi dibanding dengan di pinggiran kota? Mengapa di perkotaan mempunyai tingkat kenakalan remaja yang tinggi, terutama di era pasca gerakan Reformasi seperti saat sekarang ini? Bagaimana proses perubahan itu terjadi, pada awalnya mereka merupakan anak-anak yang baik kemudian menjadi anarkis?
c.       Metode historis-komparatif: Metode ini menekankan analisis pada peristiwa-peristiwa masa silam untuk dapat merumuskan prinsip-prinsip umum yang kemudian digabungkan dengan metode komparatif, dengan memfokuskan pada perbandingan antara berbagai masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan, serta sebab-sebabnya. Berdasarkan perbedaan dan persamaan­persamaan tersebut dapat dicari petunjuk-petunjuk perilaku kehidupan masyarakat pada masa silam dan sekarang, beserta perbedaan tingkat peradaban satu sama sama lainnya.
d.      Metode fun gsionalisme: Metode ini pada dasarnya bertujuan untuk meneliti kegunaan-kegunan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode ini berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal-balik yang saling pengaruh-mempengaruhi, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat (Soekanto, 1986: 38).
e.       Metode studi kasus: Metode studi kasus ini merupakan suatu metode penyelidikan mendalam dari suatu individu, kelompok, atau institusi untuk menentukan variabel itu, dan hubungannya di antara variabel, mempengaruhi status atau perilaku yang saat itu menjadi pokok kajian (Fraenkel dan Wallen, 1993: 548). Ini artinya bahwa dalam penggunaan metode kasus tersebut peneliti harus mampu mengungkap keunikan-keunikan individu, kelompok maupun institusi yang ditelitinya, terutama dalam menelaah hubungannya diantara variable-­variabel yang mempengaruhi status atu perilaku yang dikajinya.
f.       Metode survey: Penelitian survei ini merupakan salah satu bentuk dari penelitian yang umum diterapkan dalam berbagai ilmu-ilmu sosial. Suatu usaha untuk memperoleh data dari anggota populasi yang relatif besar untuk menentukan keadaan, karakteristik, pendapat, populasi yang sekarang yang berkenaan dengan satu variabel atau lebih (Fraenkel dan Wallen, 1993: 557).
3)   Teknik Pen gumpulan Data
Beberapa teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam kajian sosiologi, di antaranya adalah sosiometri, wawancara, observasi, dan observasi partisipan. Untuk lebih jelasnya mengenai teknik tersebut, berikut dijelaskan secara lebih rinci:
a.       Sosioometri: Dalam sosiometri berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif dengan menggunakan skala-skala dan angka-angka untuk mempelajari hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat. Bidang ini merupakan bidang keahlian psikologi yang mempelajari, mengukur, dan membuat diagram hubungan sosial yang ada pada kelompok kecil (Horton dan Hunt, 1991: 235).
Sebagai contoh para maha siswa diberi pertanyaan, seperti: siapa yang yang mereka anggap sebagai teman yang paling disukai jika jadi pemimpin. Sebagai tanda simpatik seseorang terhadap orang lain dalam sosiometrik ini dilambangkan dengan garis lurus yang disertai anak panah. Sedangkan sebagai tanda siswa yang dibenci dengan simbol garis putus­putus yang disertai anak panah. Dengan demikian akan nampak bahwa siswa A merupakan siswa yang disenagi rekan-rekannya, sedangkan siswa B merupakan siswa yang paling dibenci di kelompok/kelas itu. Untuk lebih jelasnya contoh tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
b.      Wawancara; atau (interview) adalah situasi peran antar pribadi bertemu muka (face to-face), ketika seseorang, yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai atau responden (Supardan, 2004: 159). Wawancara ini bisa digunakan untuk penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu juga jenis wawancara ini bisa the general interview (wawancara umum) yang sifat pertanyaannya umum dan terbuka, dan bisa juga jenis wawancara berstruktur atau terarah dengan mengajukan pertanyaan­pertanyaan sudah sedemikian rupa terarah sebelumnya secara cermat.
c.       Observasi: Observasi merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan, sebab para ilmuwan baru dapat bekerja hanya jika ada data maupun fakta yang diperoleh melalui observasi (Nasution, 1996: 56). Secara singkat pengertian observasi adalah pengamatan yang diperoleh secara langsung dan teratur untuk memperoleh data penelitian.
d.      Observasi partisipan : Adalah bentuk pengamatan yang menyeluruh dari semua jenis metode/stategi (Patton, 1980). Dalam hal ini peneliti turut serta dalam berbagai peristiwa dan kegiatan sesuai dengan yang dilakukan oleh subek penelitian, misalnya turut dalam upacara, turut bekerja di sawah, turut berbaris menunggu bis atau giliran, menjadi pelayan restoran, kuli, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar ia merasakan dan mengalami situasi-situasi tertentu agar dirasakan secara pribadi.
4.      Kegunaan Sosiologi
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kajian sosiologi banyak menelaah tentang fenomena-fenomena yang ada di masyarakat, seperti; norma-norma, kelompok-kelompok sosial, stratifikasi dalam masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, proses-proses sosial, perubahan sosial, kebudayaan dan lain sebagainya. Dalam realitas kehidupan sehari-hari, kondisi ideal yang diharapkan masyarakat itu tidaklah sepenuhnya berjalan normal, dalam arti bahwa bayak fenomena abnormal terjadi secara patologis, yang dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya unsur-unsur yang ada pada masyarakat tersebut. Berbagai fenomena kekecewaan dan penderitaan masyarakat tersebut dinamakan problema-problema sosial yang berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial. Dengan demikian kegunaan sosiologi secara praktis dapat berfungsi untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan mengatasi problema-problema sosial (Soekanto, 1986: 339-340).
Adapun beberapa problema sosial yang terjadi di masyarakat tersebut, dapat dilihat fokus kajiannya secara makro yang dibedakan berdasarkan bidang-bidang keilmuannya. Sebagai contoh problema-­problema yang berasal dari faktor ekonomi seperti; kemiskinan dan pengangguran. Problema sosial yang disebabkan oleh faktor kesehatan, misalnya; terjangkitnya penyakit menular, rendahnya angka harapan hidup, serta tingginya angka kematian. Problema sosial yang disebabkan oleh faktor psikologis seperti meningkatnya fenomena neurosis (sakit syaraf/kejiwaan), serta tingginya penderita stress. Selain itu, terdapat juga berbagai problema sosial yang disebabkan oleh faktor kehidupan politik, seperti; tertutupnya aspirasi politik massa, meningkatnya sistem pemerintahan yang otoriter, tidak berfungsinya lembaga-lembaga tinggi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Adapun problem sosial yang disebabkan oleh faktor hokum seperti: meningkatnya angka kejahatan, korupsi, perkelahian, perkosaan, delinkuensi remaja, dan berbagai bentuk tindakan kriminal linnya.
Adapun dari sisi fokus kajian mikro, sosiologi berfungsi untuk memberikan informasi dalam mengatasi masalah-masalah keluarga, seperti disorganisasi keluarga.  Mengenai disorganisasi keluarga ini dikemukakan oleh  Goode (1964; 391), yaitu sebagai perpecahan dalam keluarga sebagai suatu unit. Perpecahan tersebut disebabkan oleh adanya kegagalan anggota-anggota keluarganya dalam memenuhi tugas dan kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peran sosialnya. Berbagai bentuk disorganisasi keluarga ini dapat berupa; unit keluarga yang tidak lengkap, perceraian atau putusnya perkawinan, adanya krisis keluarga, dan miss komunikasi antar anggota keluarga.

Evaluasi:
Setelah mempelajari materi konsep dasar sosiologi ini, coba kalian jawab beberapa pertanyaan berikut ini:
1)      Jelaskan apa itu ilmu sosiologi
2)      Jelaskan latarbelakang munculnya ilmu sosiologi
3)      Jelaskan bagaimana pentingnya mempelajari ilmu sosiologi dalam kehidupan sehari-hari
4)   Berikan contoh penerapan sosiologi dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengalaman kalian masing-masing!

Share this article :

0 komentar:

 
Support : Berbagi | AULIA | Mikaila
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. DARIKU UNTUKMU - All Rights Reserved