Headlines News :
Home » » Kurikulum IPS SD

Kurikulum IPS SD

Written By mikailahaninda.blogspot.com on Kamis, 12 Februari 2015 | 12.51

Kurikulum IPS SD 
Dalam Upaya Pengembangan Pembelajaran IPS SD 
Mengacu Pada UU No. 20 tahun 2003.
A.    Kompetensi Dasar
Diharapkan yaitu mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003.

B.     Deskripsi Materi
1.      Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum
Pengembangan suatu kurikulum tentu tidak semerta dilakukan begitu saja tanpa landasan filosofis yang jelas, dibutuhkan adanya landasan filosofis yang jelas dalam melakukan pengembangan kurikulum. Hal ini perlu dilakukan agar pengembangan kurikulum memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implementasinya. Secara teoritis, terdapat beberapa pandangan filosofi kurikulum yaitu esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
1)      Esensialisme
Aliran ini menekankan bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan utama implementasi kurikulum menurut aliran ini adalah intelektualisme (Hamid Hasan, 1996: 57-58). Proses belajar mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan terhadap penguasaan disiplin ilmu. Implementasi pembelajaran seperti ini akan lebih banyak menekankan pada dominasi guru yang berperan daripada siswa.
Adanya dominasi guru dalam proses pembelajaran ini akan menekankan pembelajaran yang bersifat (academic excellence and cultivation of intellect), daripada kemampuan untuk mengembangkan proses inquiry guna memproduksi pengetahuan baru bagi siswa (Nana Supriatna, 2007: 31-32). Sekolah yang baik dalam pandangan aliran filsafat esensialis adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialis akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif belaka daripada aspek afektif. Siwa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari. 
2)      Perenialisme
Aliran ini memadang bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran, dan nilai yang abadi, serta tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan ini, kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan perernialisme menjadikan peserta didik sebagai warga negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diinginkan oleh negara. Pandangan perenialis lebih menekankan pada transfer of culture, seperti dalam kurikulum IPS yang  bertujuan pada pembangunan jati diri bangsa pada peserta didik, yang menuju tercapainya integrasi bangsa (Nana Supriatna, 2007: 31).
3)      Progresivisme
Aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yaitu meningkatkan kecerdasan praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan. Masalah tersebut ditemukan berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan menurut aliran filsafat progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya dan mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Nana Supriatna, 2007: 32).
Implementasi pembelajaran IPS dalam pandangan filsafat progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya. Masalah-masalah tersebut misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja, narkoba, dan lain-lain. Jadi pembelajaran yang ditekankan dalam aliran progresivisme lebih bersifat implementatif.
4)      Rekonstruksionisme
Aliran filsafat ini berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokratis yang  mendunia. Aliran ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna memproduksi pengetahuan baru (Nana Supriatna, 2007: 32).
Aliran filsafat ini pada dasarnya lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquri). Penemuan ini bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hanya hasil. Aktivitas siswa menjadi prioritas utama dalam berlangsungnya  pembelajaran. Dengan cara seperti ini diharapkan siswa mampu menemukan (inquiri) suatu informasi baru yang berguna bagi dirinya.
Dalam implementasi pembelajaran IPS, misalnya siswa mempelajari fakta-fakta yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan lebih dahulu oleh guru. Misalnya diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang melakukan kegiatan jual-beli, orang-orang yang melakukan kegiatan gotong royong membangun desa, dll. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang, gotong royong, pembangunan, kerja sama, dll. Agar proses inquri dalam pembelajaran ini dapat terjadi kepada siswa, maka guru tidak memberikan definisi tersendiri, akan tetapi guru mempasilitasi siswa untuk mecarinya berdasarkan fakta yang ditemukan.
2.      Pengembangan Kurikulum IPS Masa Depan
Konsep dasar dan esensi pendidikan dasar yang dimiliki para pengambil kebijakan pendidikan dasar pada tingkat nasional, regional maupun kabupaten/kota, dan pengelola pendidikan dasar pada tingkat satuan pendidikan akan berpengaruh terhadap formula pengembangan kurikulum pendidikan dasar di masa depan. Program belajar atau kurikulum pada setiap jenis satuan pendidikan dasar di masa depan harus dirancang dengan mempertimbangkan esensi dan fungsi pokok pendidikan dasar. Pengembangan kurikulum pendidikan dasar harus dikaitkan dengan karakteristik kualitas sumber daya manusa yang diperlukan untuk kehidupan mereka di masyarakat, dan sekaligus mempertimbangkan karakteristik perbedaan kelompok peserta didik di masing-masing jenis dan jenjang satuan pendidikan dasar.
Konsep dasar yang komprehensif dan luas tentang fungsi pokok pendidikan dasar tidak hanya dipergunakan untuk masyarakat, tetapi hendaknya tertuju pada suatu kajian tentang praktek dan kebijakan pendidikan dasar pada tingkat awal bagi semua sekolah secara nasional.  Tujuannya, untuk memberikan suatu landasan yang mantap bagi praktek belajar peserta didik di masa depan dan mengembangkan keterampilan hidup (life skills) yang esensial untuk membekali peserta didik agar mampu hidup bermasyarakat.
Dalam menghadapi harapan dan tantangan masa depan yang lebih baik, pendidikan dipandang sebagai esensi kehidupan, baik bagi perkembangan pribadi maupun perkembangan masyarakat. Misi pendidikan, termasuk pendidikan dasar, adalah memungkinkan setiap orang, tanpa kecuali, mengembangkan sepenuhnya semua bakat individu, dan mewujudkan potensi kreatifnya, termasuk tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan pencapaian tujuan pribadi.  Misi itu akan dapat tercapai melalui strategi yang disebut belajar sepanjang hidup (learning throughout life), yang dipandang sebagai detak jantung dari masyarakat.
Dengan mengikuti gagasan konsep belajar  sepanjang hidup, maka pengembangan kurikulum pendidikan dasar harus memberikan tekanan yang lebih besar pada salah satu dari empat pilar yang diusulkan dan digambarkan sebagai dasar pendidikan, yaitu: belajar hidup bersama (learning to live together). Dalam pola ini, pendidikan dilakukan dengan mengembangkan suatu pemahaman tentang orang lain, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai spiritual mereka. Dengan berpijak pada landasan tersebut, pendidikan dasar dapat menciptakan suatu semangat baru yang dibimbing oleh kesadaran tentang resiko atau tantangan masa depan, sehingga mendorong orang melaksanakan proyek bersama atau mengelola konflik yang pasti terjadi, dengan suatu cara yang bijaksana dan damai. 
Untuk mendukung terwujudnya gagasan tersebut di atas, mak strategi awal pengembangan kurikulum pendidikan dasar adalah penekanan kepada pilar pertama dari 4 (empat) pilar pendidikan yang ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know). Adanya perubahan yang cepat yang dibawa oleh kemajuan ilmiah dan norma-norma baru tentang kegiatan ekonomi dan sosial, tekanan pada belajar untuk hidup bersama dipadukan dengan suatu pendidikan umum yang cukup luas dengan melalui belajar memperoleh pengetahuan sebagai alat untuk memahami hidup. Pilar berikutnya yang harus dipelajari peserta didik pendidikan dasar adalah belajar menjadi dirinya sendiri (learning to be).
Belajar bekerja (learning to do) juga pilar pendidikan yang harus dipelajari oleh peserta didik pendidikan dasar. Disamping belajar bekerja melakukan sesuatu pekerjaan, secara lebih umum perlu pula menguasai kemampuan yang memungkinkan orang mampu menghadapi berbagai situasi yang sering tidak dapat diduga sebelumnya, dan bekerja dalam berbagai tim.
Akhirnya, pilar pendidikan yang keempat yang harus dipelajari peserta didik pendidikan dasar adalah learning to live together . Hal ini berarti bahwa kurikulum (program belajar) pendidikan dasar harus memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih bebas dan mempunyai pandangan sendiri yang disertai dengan rasa tanggung jawab pribadi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan hidup pribadinya atau tujuan bersama sebagai anggota masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu untuk seluruh lapisan peserta didik pendidikan dasar, maka pengembangan kurikulumnya harus dirancang sebagai keseluruhan dari penawaran lembaga pendidikan (sekolah) termasuk kegiatan di luar kelas/sekolah dengan rangkaian mata pelajaran dan kegiatan yang terpadu. Setiap satuan pendidikan memperoleh identitas atas dasar caranya mereka menjalankan program-program belajar yang dikembangkannya. Faktor-faktor yang menentukan isi tiap program harus muncul jauh di luar batas-batas sekolah/satuan pendidikan. Faktor-faktor itu timbul melalui kekuatan-kekuatan sosial, kultural, ekonomi, dan politik.  Kurikulum suatu sekolah/satuan pendidikan dasar harus mewakili keseluruhan sistem pengaruh yang membangun lingkungan belajar bagi peserta didik. Program itu sendiri terdiri atas unsur-unsur tertentu yang mencakup maksud dan tujuan, kurikulum, metode pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar peserta didik.
Pengembangan program belajar (kurikulum) pada tingkat pendidikan dasar harus meliputi hal-hal esensial yang dibutuhkan peserta didik, seperti: bidang-bidang studi apa yang akan disajikan; untuk maksud-maksud khusus apa bidang studi tersebut disajikan; bagaimana bidang studi tersebut hendak disusun dan dihubung-hubungkan; dan bagaimana bidang studi tersebut diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain, program belajar pendidikan dasar harus dikembangkan secara terpadu dan berlandaskan kepada pengembangkan kemampuan pemecahan masalah kehidupan yang perlu dikuasai peserta didik.
Secara konseptual, pengembangan kurikulum pendidikan dasar masa depan perlu mangakomodasikan secara sistematis dimensi-dimensi pengembangan peserta didik sebagai berikut:
1)      Pengembangan individu atau aspek-aspek hidup pribadi (dimensi pribadi), antara lain: 
a)      Religi: kesadaran beragama
b)      Fisik: kesehatan jasmani dan pertumbuhan
c)      Emosi: kesehatan mental dan stabilitas emosi
d)     Etika: integritas moral
e)      Estetika: pengajaran kultural dan rekreasi
2)      Pengembangan cara berpikir dan teknik memeriksa kecerdasan yang terlatih (dimensi kecerdasan), antara lain:
a)      Penguasaan pengetahuan: konsep-konsep dan informasi
b)      Komunikasi pengetahuan: keterampilan untuk memperoleh dan menyampaikan informasi
c)      Penciptaan pengetahuan: cara pemeriksaan, diskriminasi, dan imaginasi.
d)     Hasrat akan pengetahuan: kesukaan akan belajar.
3)      Penyebaran warisan budaya nilai-nilai civic dan moral bangsa (dimensi sosial), antara lain:
a)      Hubungan antar manusia: kerjasama, toleransi
b)      Hubungan individu-negara: hak dan kewajiban civic, kesetiaan dan patriotisme, solidaritas nasional.
c)      Hubungan individu-dunia: hubungan antar bangsa-bangsa, pemahaman dunia.
d)     Hubungan individu-lingkungan  hidupnya: ekologi.
4)      Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital dan menyumbang lepada kesejahteraan ekonomi, sosial, politik, dan teknik penerapan dalam kehidupan sehari-hari (dimensi produktif), antara lain:
a)      Pilihan pekerjaan: informasi dan bimbingan
b)      Persiapan untuk bekerja: latihan dan penempatan
c)      Rumah dan keluarga: mengatur rumah tangga, keterampilan mengerjakan sesuatu sendiri, perkawinan
d)     Konsumen: membeli, menjual, investasi.
Untuk mendukung keterlaksanaan pengembangan kurikulum pendidikan dasar masa depan tersebut di atas, perlu dikembangkan suatu masyarakat belajar (learning society) pada setiap satuan pendidikan dasar. Hal tersebut dimungkinkan, karena setiap aspek kehidupan, baik pada tingkat individual maupun sosial, menawarkan kesempatan untuk belajar dan bekerja. Oleh karena itu,  pengembangan program belajar (kurikulum) pendidikan dasar di masa depan perlu mendorong dan memfasilitasi penggalian potensi pendidikan dari media teknologi informasi  modern, dunia kerja atau kultural, dan pengisian waktu luang. Selain itu, perlu dikembangkan pula kebiasaan peserta didik untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri, baik yang terkait dengan apa yang mereka pelajari di satuan pendidikannya, maupun yang terkait dengan pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupanmereka sehari-hari.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa antara jenjang pendidikan dan pengorganisasian kurikulum merupakan dua hal yang saling berkait. Keterkaitannya terutama pada  materi yang diberikan harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Materi IPS harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan, apakah materi itu sesuai untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Jenjang pendidikan berkaitan dengan perkembangan psikologi individu siswa. Pada siswa Sekolah Dasar pada umumnya masih berada  pada tingkatan berpikir yang bersifat konkret. Pada tahapan ini ditandai dengan kemampuan mengklasifikasikan angka-angka atau bilangan, mengkonservasi pengetahuan tertentu dan proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan obyek-obyek yang bersifat kongkret. Kemampuan mengembangkan berpikir beraneka mulai berkembang. Mengklasifikasi benda-benda dengan menemukan persamaan dan perbedaan di antara sekelompok benda. Atas dasar persamaan dan perbedaan itu siswa mampu mengelompokkan benda-benda yang sejenis. Jadi, kemampuan analisis tingkat awal sudah dapat dilakukan siswa.  Contoh siswa dapat mengelompokkan jenis-jenis tanaman yang tumbuh di daerah pegunungan, mana yang termasuk jenis sayur-sayuran dan mana yang termasuk jenis buah-buahan.
Tingkat perkembangan berpikir siswa SD berdasarkan teori Bruner sudah masuk dalam tahap iconic. Dalam pelajaran IPS  SD, siswa dapat diperkenalkan dengan ilustrasi-ilustrasi gambar yang sederhana. Dari ilustrasi tersebut, siswa diminta untuk memberikan interpretasi. Misalkan guru memperlihatkan gambar sekelompok orang yang sedang berkeliling kampung pada malam hari, masing-masing orang tersebut membawa kentungan dengan latar belakang pos ronda. Dari ilustrasi gambar tersebut bisa ditanyakan aspek pengetahuan dan nilai. Aspek pengetahuan dapat ditanyakan seperti sedang apakah orang-orang tersebut, tentu jawabannya siskamling atau ronda malam. Aspek nilai, kita tanyakan mengapa orang-orang itu mau melakukan ronda malam. Jawabannya misalnya rasa tanggung jawab, gotong-royong, kebersamaan, dan lain-lain.
Pengorganisasian kurikulum IPS untuk SD lebih baik menggunakan pendekatan fusi. IPS sebagai materi pelajaran tidak menekankan disiplin ilmiahnya. Hal ini dikarenakan pada tingkat SD, kemampuan berpikir abstrak masih sulit dikembangkan. Kemampuan berpikir pada tingkat sekolah dasar lebih banyak bersifat konkret. Oleh sebab itu materi yang dikembangkan bersifat tematis. Tema-tema yang dikembangkan harus berangkat dari fenomena kehidupan sosial sehari-hari yang dilihat dan dialami oleh siswa.
Berdasarkan uraian materi tentang pengembangan kurikulum IPS di Sekolah Dasar (SD) tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep pengembangan yang diterapkan dalam IPS harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, serta relevan dengan dunia masadepan atau tuntutan dunia global. Hal demikian itu dapat disebut sebagai pengembangan kurikulum masa depan, dimana mata pelajaran IPS sebaiknya isinya lebih menekankan pada muatan materi kurikulum yang berlandaskan pada konsep multikultur dan nilai-nilai humanistik. Konsep tersebut menonjolkan prinsip keadilan sosial, pembebasan, kearifan lokal, ekonomi rakyat, nasionalisme, dan kearifan masa lampau untuk melangkah ke masa depan.

Latihan
1)      Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003, jelaskan bagaimana kurikulum IPS dikembangkan!
2)      Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus tetap mengikuti perkembangan dunia global, artinya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus tetap relevan dengan kebutuhan manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Berdasarkan pernyataan tersebut, coba jelaskan bagaimana mengembangkan kurikulum IPS sesuai dengan kebutuhan masa depan!
3)      Secara teoritis, terdapat beberapa pandangan filosofi kurikulum yaitu esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme. Berdasarkan pandangan tersebut coba jelaskan bagaimana mengembangkan kurikulum IPS untuk sekolah dasar (SD)!
4)      Terkait penerapan kurikulum 2013 dan pembelajaran tematik di SD kelas rendah, coba berikan gambaran pembelajaran IPS secara tematik dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada diri siswa!

Share this article :

0 komentar:

 
Support : Berbagi | AULIA | Mikaila
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. DARIKU UNTUKMU - All Rights Reserved