Metode adalah
istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat
dan cepat dalam melakukan sesuatu” (Ahmad Tafsir, 2007: 9). Metode juga dapat
diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam membelajarkan peserta
didik saat berlangsungnya proses pembelajaran (Ramayulis, 2006: 184).
Dari paparan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan adalah seperangkat
cara, jalan, dan teknik yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran agar
siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu
yang dirumuskan dalam silabi mata pelajaran yang sudah direncanakan sebelumnya.
Abdullah Nashih Ulwan (1999: 141-142) membagi metode pendidikan menjadi lima
yaitu: 1) pendidikan dengan keteladanan, 2) pendidikan dengan adat kebiasaan,
3) pendidikan dengan nasehat, 4) pendidikan dengan memberikan perhatian, dan 5)
pendidikan dengan memberikan hukuman. Untuk lebih jelasnya, kelima metode
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama,
keteladanan/model,
merupakan metode pembinaan yang sangat berpengaruh terhadap sebuah proses pembinaan
akhlak mulia. Metode keteladanan ini
merupakan inti dari metode pembinaan akhlak mulia, sehingga Rasulullah saw.
diutus Allah swt. kedunia ini untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat
manusia, di mana Rasulullah saw. adalah sebagai seorang pendidik yang mempunyai
sifat-sifat luhur, baik spiritual, akhlak, maupun intelektual. Sehingga umat
manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilannya, menggunakan
metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang terpuji.
Pentingnya
pembinaan akhlak mulia dengan metode keteladanan ini diungkapkan oleh Massialas
& Allen (1996: 169) yang menyatakan bahwa:
The teacher must be a model for the
behaviors expected of the students children’s attention must be drawn to the
appropriate behaviors as manifested in their social world, and teachers must
explain, in language that children understand, the reasons for appropriate
behavior. The teacher is not the only source of models. Literature, film,
peers, and the actions of others also serve as models.
Dengan demikian,
guru harus bisa menjadi model bagi perilaku yang diharapkan dari perhatian
siswa, terutama dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat dipraktikkan siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga harus bisa menjelaskan
kepada siswa alasan mengapa melakukan tindakan yang benar. Meskipun disadari
bahwa banyak sumber yang dapat dijadikan sebagai model dalam pembinaan akhlak
mulia siswa seperti sastra, film, teman sebaya, dan tindakan orang lain juga
berfungsi sebagai model.
Metode
keteladanan dapat dipandang sebagai metode yang paling utama dalam melakukan
pembinaan akhlak mulia. Ketika siswa menemukan pada diri guru teladan yang baik
dalam segala hal, maka siswa telah meneguk prinsip-prinsip kebaikan yang dalam
jiwanya akan membekas berbagai akhlak mulia. Jika guru menginginkan siswanya
tumbuh dan berkembang dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan
yang tidak diridai agama, kasih sayang, maka hendaklah seorang guru memberikan
keteladanan yang baik pula bagi siswanya.
Kedua,
pembinaan
dengan adat kebiasaan, ini maksudnya bahwa pada diri siswa sudah terdapat
fitrah atau tauhid yang murni, agama yang benar dan iman kepada Allah swt. Ini
artinya, dalam proses pembinaan akhlak mulia siswa, hendaknya dilakukan dengan
tetap membiasakan siswa untuk terus menerus melakukan hal-hal yang baik yang
sesuai dengan fitrah manusia yang suci sejak dilahirkan.
Tidak ada yang
menyangkal bahwa anak akan tumbuh dengan iman yang benar, berhiaskan diri
dengan akhlak mulia, bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spiritual yang
tinggi, dan kepribadian yang utama, jika anak hidup dengan dibekali dengan dua
faktor, yaitu: pendidikan Islami yang utama dan lingkungan yang baik (Abdullah
Nashih Ulwan, 1999: 185-186). Dengan demikian, penerapan metode pembiasaan ini
sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi siswa dalam menerapkan akhlak
mulia yang telah dipelajari.
Ketiga,
pembinaan dengan nasihat, ini merupakan salah satu metode yang cukup berhasil
dalam proses pembinaan akhlak mulia siswa, yang dilakukan dengan memberikan nasihat-nasihat
yang di dalamnya mengandung nilai-nilai akhlak mulia. Ini disebabkan karena
nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk kesadaran
siswa akan hakikat sesuatu, mendorong siswa menuju harkat dan martabat yang
luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan
prinsip-prinsip Islam. Dengan demikian, metode nasihat ini merupakan metode
yang lebih bersifat dialogis kepada siswa, sehingga siswa akan dapat memiliki
landasan yang kuat dalam menerapkan nilai-nilai akhlak mulia yang telah dipelajari.
Keempat,
pembinaan
dengan perhatian/pengawasan, di sini pembinaan akhlak mulia dilakukan dengan
senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah
dan moral siswa, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial siswa,
di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan
ilmiahnya (Abdullah Nashih Ulwan, 1999:
275).
Dalam penerapan metode pengawasan ini guru harus bekerja maksimal dalam
proses pembinaan akhlak mulia, karena selain melaksanakan pembinaan akhlak mulia di dalam kelas, guru juga harus tetap
melakukan pengawasan dan perhatian terhadap siswanya ketika berada di luar
kelas. Sehingga dengan demikian, hasil pembinaan akhlak mulia yang diharapkan dapat tercapai secara
maksimal. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa metode pembinaan akhlak mulia dengan
perhatian ini lebih menekankan pada pemahaman guru terhadap aspek perkembangan
dan psikologis siswa dalam melalukan pembinaan akhlak mulia siswa, sehingga
guru tahu bagaimana melakukan pembinaan akhlak mulia yang dapat dipahami dan
mudah diaplikasikan oleh siswa.
Kelima,
pembinaan
dengan hukuman, merupakan metode pembinaan yang menekankan kedisiplinan dan menanamkan
rasa tanggung jawab pada diri siswa oleh guru. Pemberian hukuman yang
dimaksudkan bukan didasarkan atas dasar kekerasan dan tindakan yang melanggar
harkat dan martabat manusia. Metode yang dipakai pada pendidikan Islam dalam
upaya memberikan hukuman kepada siswa menurut Abdullah Nashih Ulwan (1999: 312)
antara lain dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a.
Lemah lembut dan kasih sayang
b.
Menjaga tabiat siswa yang salah dalam
menggunakan hukuman
c.
Dalam upaya pembenahan, hendaknya
dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling
keras.
Metode Pembinaan
akhlak mulia dengan pemberian hukuman kepada siswa, dalam hal ini Rasulullah
saw. memberikan batasan langkah-langkah yang harus ditempu antaralain, yaitu:
a.
Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
b.
Menunjukkan kesalahan dengan ramah
tamah.
c.
Menunjukkan kesalahan dengan memberikan
isyarat.
d.
Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.
e.
Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan
hubungan.
f.
Menunjukkan kesalahan dengan memberikan
hukuman yang membuat jera.
g.
Menunjukkan kesalahan dengan memukul.
Perlu diingat
oleh para guru bahwa ketika pendidikan Islam menetapkan hukuman dengan pukulan,
Islam juga memberikan batasan dan persyaratan, sehingga pukulan yang dilakukan guru
terhadap siswanya hendaknya tidak keluar dari maksud pendidikan, yaitu untuk
memperbaiki akhlak siswa yang telah melakukan pelanggaran dan membuat jera.
Adapun persyaratan yang dimaksud menurut Abdullah Nashih Ulwan (1999: 325-327)
sekurangnya ada delapan poin yang harus diperhatikan guru, yaitu:
a.
Guru tidak boleh terburu-buru
menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan metode yang lembut,
mendidik dan membuat jera.
b.
Guru tidak boleh memukul ketika dalam
keadaan sangat marah, karena dihawatirkan dapat menimbulkan bahaya terhadap
siswa.
c.
Guru ketika memukul hendaknya
menghindari anggota badan yang peka seperti kepala, wajah, dada, dan perut.
d.
Pukulan untuk hukuman hendaknya tidak
terlalu keras dan tidak menyakiti.
e.
Tidak memukul siswa sebelum ia berusia
sepuluh tahun.
f.
Jika kesalahan siswa adalah untuk
pertama kalinya, hendaknya diberi kesempatan untuk bertaubat dan meminta maaf
dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah diperbuat.
g.
Guru hendaknya memukul siswa dengan
tangannya sendiri, dan tidak menyerahkan kepada saudara-saudaranya, atau
teman-temannya.
h.
Jika siswa sudah menginjak usia dewasa
dan guru melihat pukulan sepuluh kali tidak membuatnya jera, maka boleh
menambah dan mengulanginya, sehingga siswa menjadi baik kembali.
Dengan demikian
dapat didiketahui bahwa pembinaan akhlak mulia yang dilakukan dengan pemberian
hukuman ini bukan didasarkan atas perasaan kebencian dan kejahatan, akan tetapi
pemberian hukuman semata-mata dilakukan dengan tetap secara lemah lembut dan
kasih sayang kepada pada siswa. Dalam pemberian hukuman kepada siswa, juga
tetap dilakukan dengan berusaha menjaga tabiat siswa yang bersalah, serta
dilakukan dengan secara bertahap.
Kelima metode
pembinaan akhlak mulia yang telah dijelaskan tersebut, dapat diketahui bahwa
dalam melaksanakan pembinaan akhlak mulia
siswa, semua metode tersebut dapat diterapkan baik secara bersamaan maupun
secara tersendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan siswa.
Perlunya pertimbangan kondisi dalam menerapkan metode yang akan diterapkan disebabkan
karena bagaimanapun juga tidak ada satu metode yang paling baik, semuanya tetap
harus di sesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh guru.
Untuk
mendapatkan hasil pembinaan akhlak mulia yang lebih maksimal, tentu akan sangat
mungkin dicapai dengan melakukan pembinaan akhlak mulia dengan metode
komprehensif. Artinya, semua metode tersebut dilakukan secara terpadu. Dalam
hal ini Kirschenbaum berpendapat bahwa, pada dasarnya pendekatan komprehensif
dalam pendidikan nilai (akhlak mulia) itu dapat ditinjau dari metode yang digunakan
yang meliputi: 1) inkulkasi (inculcation), 2) keteladanan (modeling),
3) fasilitasi (facilitation), dan 4) pengembangan keterampilan (skill
building). (Darmiyati Zuchdi, 2008: 46). Untuk lebih jelasnya metode
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Inkulkasi
atau
penanaman nilai merupakan metode yang bertolak belakang atau bertentangan
dengan metode indoktrinasi yang selama ini banyak dikritik oleh para ilmuan dan
tokoh pendidikan. Modeling, adalah metode penanaman nilai yang dilakukan
dengan dua syarat yang harus dipenuhi yaitu guru harus bisa berperan sebagai model
yang baik bagi siswanya dalam artian bahwa sebelum mengajarkan nilai-nilai
akhlak mulia kepada siswa, guru terlebih dahulu yang harus mempraktikkan atau
melakukan akhlak mulia tersebut, selanjutnya siswa harus mau meneladani
sifat-sifat serta akhlak mulia yang telah dicontohkan oleh guru. Facilitation,
dalam metode ini penanaman nilai-nilai akhlak mulia pada siswa dilakukan
dengan melatih siswa untuk mengatasi masalah,
dan yang terpenting dari metode ini adalah pemberian kesempatan kepada
siswa, sehingga akan memberikan dampak positif pada perkembangan kepribadian
dan dapat meningkatkan hubungan baik antara siswa dan guru, sebagaimana
diungkapkan Kirschenbaum (1994: 41):
Facilitation activities can
significantly enhance your rapport with students. If you listen well to
students, it is more likely that they will listen well to you. Students
appreciate verymuch being given the real respect of having their views and
opinions heard and understood. This, in turn greatly increases your credibility
as a values inculcator and role model.
Skill
building (membangun keterampilan) merupakan metode pembinaan
akhlak mulia yang dilakukan dengan mengembangkan keterampilan siswa yang
diperlukan agar dapat mengamalkan nilai-nilai akhlak mulia yang telah
dipelajari, sehingga berperilaku konstruktif dan berakhlak mulia dalam
kehidupan sehari-hari yang meliputi: berpikir kritis dan kreatif, berkomunikasi
secara jelas, mampu menyelesaikan konflik, dan lain sebagainya.
Penerapan sebuah
metode oleh guru tentunya didasari atas dasar berbagai pertimbangan. Menurut
Walsh (Abeer Al-Hooli & Zaid Al-Shammari, 2009: 2) menyatakan bahwa:
Teaching is an art. However many skills
go into it, as do so many skills go into an artist's efforts, the decisions
that must be made about when and how to combine these skills; the knowledge to
do this is not a technical skill. No doubt it can be learned, but it also comes
from one's underlying beliefs and passions about children and the world.
Dengan demikian,
pembinaan yang dilakukan oleh guru dapat dipandang sebagai sebuah seni, yaitu
bagaimana seorang guru harus bisa mengambil keputusan tentang kapan dan
bagaimana untuk dapat menggabungkan keterampilan dan pengetahuan untuk dapat
memberikan pembinaan akhlak mulia kepada siswa sesuai dengan kondisi dan
tingkap perkembangan siswa, agar proses pembinaan akhlak mulia yang dilakukan
dapat berjalan secara efektif.
Penerapan metode
komprehensif dalam proses pembinaan akhlak mulia siswa di sekolah, tentunya
menuntut keterlibatan semua pihak yang ada dilingkungan sekolah untuk dapat mencapai
tujuan pembinaan akhlak mulia yang diharapkan. Ini juga tentunya tidak terlepas
dari peran lingkungan yang ada di luar sekolah, seperti keluarga, masyarakat,
teman sebaya dan media massa. Dengan demikian, dalam proses pembinaan akhlak
mulia siswa, sekolah dituntut agar senantiasa bekerja sama dengan orang tua dan
masyarakat. Dalam hal ini Dobson (1997) mengungkapkan:
Stated that "respectful and
responsible children result from families where the proper combination of love
and discipline is present. Both these ingredients must be applied in the
necessary quantities. An absence of either is often disastrous." An
effective educational environment exists when staff, students, and families
work together in an atmosphere of mutual trust and respect. Respect must be
permeated from within the home and the classroom (Diambil pada Tgl 01 Juli 2010, dari
http://findarticles.com/p/articles/).
Dari pendapat
Dobson tersebut, dapat diketahui bahwa terciptanya akhlak mulia siswa seperti
adanya saling hormat menghormati, rasa tanggung jawab, saling mencintai,
kedisiplinan, semuanya itu terjadi sebagai hasil dari adanya lingkungan yang
efektif ketika staf, siswa, dan keluarga sama-sama berada dalam suasana saling
percaya dan menghormati. Semuanya juga harus diserap dari dalam dan luar
lingkungan sekolah, yakni keluarga dan masyarakat secara umum.
Berdasarkan
pemaparan pendapat para ahli tentang metode pembinaan akhlak/karakter yang
telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembinaan akhlak
mulia siswa banyak aspek yang harus diperhatikan dalam menerapkan sebuah
metode, seperti karakteristik siswa, kebutuhan siswa, dan kondisi kultur
sekolah. Dengan demikian, maka metode yang harus diterapkan adalah metode yang
dapat merangkul semua aspek yang dapat mempengaruhi proses pembinaan akhlak
mulia siswa, sehingga metode yang paling tepat untuk diterapkan adalah metode yang
bersipat komprehensif yang mengarah pada pencapaian aspek kognitif, apektif,
dan psikomotorik siswa.
0 komentar:
Posting Komentar