Headlines News :
Home » » Peran Guru Dalam Pembinaan Akhlak Mulia/Karakter di Sekolah

Peran Guru Dalam Pembinaan Akhlak Mulia/Karakter di Sekolah

Written By mikailahaninda.blogspot.com on Sabtu, 07 Maret 2015 | 11.19


Dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan akhlak mulia siswa di sekolah, tentu tidak terlepas dari perak aktif seorang guru. Guru merupakan sosok penentu bagi keberhasilan proses pembinaan akhlak mulia yang dilakukan di sekolah. Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik (Hamzah B. Uno, 2008: 15). Secara umum istilah guru disejajarkan dengan pendidik, ini didasarkan atas dasar tugas yang dikerjakan yaitu membimbing dan mengajarkan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa.
Kata pendidik berasal dari kata dasar didik, yang artinya memelihara, merawat dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya) Ramayulis & Samsul Nizar (2009: 138). Istilah pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik (Ahmad Tafsir, 2008: 74). Dengan demikian, makna pendidik ini lebih bersifat umum, tidak terbatas pada lingkungan formal seperti sekolah, dan tidak ada penekanan standar kualifikasi profesi yang baku. 
Seorang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan untuk merancang program pembelajaran, serta mampu menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus memiliki integritas dalam melakukan segala sesuatu yang akan diajarkan pada siswa tidak terbatas hanya di ruang kelas.
Integritas yang melekat pada seorang guru tentu tidak terlepas dari pengamatan keseharian siswa. Ini artinya, siswa secara tidak langsung akan mengevaluasi akhlak mulia gurunya yang didasarkan pada bagaimana cara guru memperlakukan siswa dalam proses pembelajaran. Secara tidak langsung dalam proses pembelajaran, siswa mengetahui bagaimana seorang guru dapat berperan sebagai teladan dengan mengajar karakter dan nilai-nilai moral (akhlak mulia), seperti kejujuran, kepercayaan, keadilan, rasa hormat, dan tanggung jawab (Dimyati, 2010: 85).
Selain memiliki intergritas, seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus tetap mengedepankan sikap profesional. Seorang guru dapat dikatakan profesional dalam melaksanakan tugasnya, menurut Ahmad Tafsir (2008: 108-112) sekurangnya memiliki sepuluh kriteria, yaitu:
a.       Profesi harus memiliki keahlian yang khusus.
b.      Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup.
c.       Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal.
d.      Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri.
e.       Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.
f.       Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan profesinya.
g.      Profesi hendaknya mempunyai kode etik. 
h.      Profesi harus mempunyai klien yang jelas.
i.        Profesi memerlukan organisasi profesi.
j.        Mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain.
Dari kesepuluh kriteria yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa seorang guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus menyadari bahwa tugas yang diembannya itu merupakan tuntutan yang harus dikerjakan sesuai dengan bidang ahlinya dan tetap terus mengembangkan profesinya tersebut, yang akan menunjang pencapaian pendidikan yang diharapkan terhadap siswa dengan penuh tanggung jawab.
Untuk dapat menlaksanakan pembinaan akhlak mulia secara efektif terkait peran guru, Massialas & Allen (1996: 169) mengemukakan bahwa:
All teacher have a moral responsibility to control student behavior under their supervision. Through these actions, the teacher reveals the differences between what is considered good character and what is considered poor character. The methods by which teacher accomplish this responsibility are example (modeling), signaling to students approval and disapproval of their behavior, and explanation (giving reasons).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam pembinaan akhlak mulia siswa, semua guru memiliki tanggung jawab moral untuk mengendalikan perilaku siswa di bawah pengawasan mereka. Melalui tindakan ini, guru mengungkapkan perbedaan antara apa yang dianggap akhlak mulia dan apa yang dianggap akhlak tercela. Tanggung jawab guru dalam hal ini juga terkait peran guru sebagai model bagi siswa, serta menjelaskan siswa alasan melakukan tidakan yang diajarkan guru.
Bentuk tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadnya, guru harus memiliki sipat amanah dan fathonah. Seorang guru yang memiliki sipat fahonah itu tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam berpikir dan bertindak. Toto Tasmara (Abdul Majid, 2008: 72-73) mengatakan bahwa karakteristik yang terkandung dalam jiwa fathanah antara lain:
a.       The man of wisdom, mereka tidak hanya menguasai dan terampil melaksanakan profesinya, tetapi juga sangat berdedikasi dan dibekali dengan hikmah kebijakan.
b.      High in integrity, mereka sangat bersungguh-sungguh dalam segala hal, khususnya dalam meningkatkan kualita keilmuan dirinya.
c.       Willingness to learn, mereka memiliki motivasi yang kuat untuk terus belajar.
d.       Proactive stance, mereka bersikap proaktif, ingin memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya.
e.        Faith in god, mereka sangat mencintai Tuhannya dan karenanya selalu mendapatkan petunjuk dari-Nya.
f.       Creditable and reputable, mereka selalu berusaha untuk menempatkan dirinya sebagai insan yang dapat dipercaya, sehingga dia selalu berusaha melaksanakan amatat yang diberikan padanya.
g.      Being the best, selalu ingin menjadikan dirinya sebagai teladan (the excellent examplary) dan menampilkan unjuk kerja yang terbaik.
h.      Empaty and compassion, mereka menaruh cinta pada orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.
i.        Emotional maturity, mereka memiliki kedewasaan emosi, tabah dan tidak mengenal kata menyerah dan tetap bisa mengendalikan diri.
j.        Balance, mereka memiliki jiwa yang tenang.
k.      Sense of mission, mereka memiliki arah tujuan atau misi yang jelas.
l.        Sense of competition, mereka memiliki sikap untuk bersaing secara sehat.
Dari paparan tersebut, dapat diketahui bahwa guru yang memiliki sifat fathonah akan sangat menunjang proses pembinaan akhlak mulia siswa.
Dalam mengupayakan terciptanya pembinaan akhlak mulia siswa oleh guru, hendaknya tetap mengacu pada prinsip yang selalu diteladankan serta diajarkan Rasulullah saw, dalam menanamkan rasa keimanan dan akhlak mulia terhadap siswa. Prinsip tersebut menurut Abdul Majid (2008: 131-132), antara lain:
a.       Motivasi, ini dapat terlihat pada setiap ucapan dan perbuatan Rasulullah saw, kesemuanya itu mengandung motivasi yang kuat kepada para sahabat serta dorongan untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan kejahatan.
b.      Fokus, dalam menyampaikan pelajaran hendaknya terfokus pada permasalahan yang disampaikan, sehingga siswa tidak menjadi kebingungan.
c.       Penyampaian materi tidak terlalu cepat agar siswa dapat memahami maksud dari apa yang disampaikan oleh guru.
d.      Senantiasa melakukan pengulangan penyampaian materi yang dianggap perlu untuk ditekankan agar siswa lebih kuat ingatannya.
e.       Analogi langsung, ini dimaksudkan agar siswa dapat mengembangkan potensi berpikirnya, sehingga timbul kesadaran dan tafakkur serta melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
f.       Memperhatikan keragaman siswa, ini artinya guru harus berusaha memperhatikan kondisi keberagaman siswa, dengan demikian diharapkan guru dapat melayani serta mempasilitasi kebutuhan siswa.
g.      Memperhatikan tiga tujuan akhlak (kognitif, emosional, dan kinetik).
h.      Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan siswa.
i.        Menumbuhkan kreativitas siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui tanggapan dan pemahaman siswa terhadap apa yang sudah disampaikan.
j.        Berbaur dengan siswa dan masyarakat serta tidak eksklusif dalam berbagai kegiatan seperti musyawarah, kerja bakti, dan lain sebagainya.
k.      Do’a, hendaknya setiap kali akan memulai pelajaran diawali dengan berdo’a dan diakhiri pula dengan berdoa kepada Allah swt, dengan harapan akan tetap memperoleh ilmu yang barokah dan bermanfaat.
l.        Teladan, satu kata antara ucapan dan perbuatan, ini artinya guru harus bisa merealisasikan apa yang diajarkan kepada siswa dengan langsung sebagai contoh/teladan bagi sisw dengan niat yang tulus semata-mata karena mengharap akan Rahmat serta balasan dari Allah swt.
Dalam rangka menerapkan prinsip yang diajarkan Rasulullah saw, tersebut, seorang guru dalam melaksanakan tugasnya hendaknya disertai dengan rasa cinta dan kasih sayang yang selalu muncul dalam proses pembinaan akhlak mulia siswa. Perlakuan kasih sayang dan cinta ini menurut Prayitno (2009: 124-125) dapat teraktualisasikan antara lain dalam bentuk:
a.       Sopan, ini didasari rasa kasih saying dimana guru dengan lembutnya menyapa siswa, memanggil dengan nama yang menarik, mengucapkan salam, dan menegur dengan manis, segar dan bersemangat.
b.      Respon positif, ini didasari rasa kasih sayang dengan lembutnya memberikan respon melalui cara-cara yang sopan, kata-kata yang baik, menghindari penggunaan kata yang menghina, melecehkan, merendahkan, kasar ataupun tidak pantas.
c.       Penampilan simpati dan empati, ini merupakan wujud dari kasih sayang guru yang ditampilkan melalui tingkah laku kelembutan dengan ucapan, tulisan, sentuhan, serta ungkapan-ungkapan lain dalam bentuk tanda ataupun simbol-simbol tertentu.
d.      Tutur kata, intonasi, tekanan suara dan irama yang wajar, dengan kata atau kalimat yang mengenakkan, dengan sikap dan tingkah pola yang sopan, dan menghargai orang lain.
e.       Ajakan dan dorongan, mengajak dan mendorong secara tulus dan ikhlas, mengajak sebagai mitra bukan penguasa, mengutamakan persuasi dari pada intruksi, dan bersikap akomodatif dari pada konfrontatif.
Terkait dengan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembinaan akhlak mulia, Lickona (Mindes, 2006: 32-33) mengemukakan lima prinsip yang harus dipertimbangkan guru dalam pembinaan akhlak mulia siswa yaitu:
  1. Relationships matter, so plan to relate individually to each child and to promote relationships among and between children.
  2. Bond through social convention such as “handshake,” so use the conventions of social pleasantries to promote and receive respect.
  3. Know students as individuals with personalities, cultural perspectives, and cognitive approaches.
  4. Positive relationships with teacher influence child behavior, so think about it when you start with the negative in interactions with children.
  5. Teach by example with respect for students, as shown by personal interest in the stories they tell and the stresses they bring.
Dari kelima prinsip yang dikemukakan Lickona tersebut, dapat diketahui bahwa guru dalam melakukan pembinaan akhlak mulia siswa harus mempertimbangkan banyak hal. Ini antara lain menyangkut bagaimana guru menjalin hubungan baik dengan siswa, memperaktikkan atau mencontohkan kepada siswa tindakan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari seperti berjabat tangan sebagai bentuk penghormatan kepada siswa, guru juga harus memahami karakteristik individu siswa yang meliputi kognitif, afektif dan prikomotorik, serta tetap berusaha mempengaruhi perilaku siswa kearah yang positif.
Dari penjelasan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa tugas seorang guru cukup kompleks. Guru dituntut mampu mempersiapkan siswa menjadi manusia yang manusiawi yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial, dan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar. Guru juga harus memperhatikan kebutuhan akan pengembangan aspek kesehatan jasmani, sehingga dapat tercipta akhlak mulia siswa, yang seimbang antara kebutuhan dunia dan akhirat, sesuai dengan Firman Allah swt. (QS. Al-Qashash: 77) yang artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Departemen Agama RI, 2005: 395).
Dari paparan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas seorang guru dalam proses pembinaan akhlak mulia/karakter siswa mencakup tugas penyampaian materi pelajaran dengan memperhatikan kebutuhan serta tingkat perkembangan siswa dan selalu berperan sebagai teladan yang langsung mempraktikkan akhlak mulia/karakter yang diajarkan kepada siswa, sehingga dengan sendirinya siswa akan menirunya dan menyadari betapa pentingnnya akhlak mulia/karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Share this article :

0 komentar:

 
Support : Berbagi | AULIA | Mikaila
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. DARIKU UNTUKMU - All Rights Reserved