Dalam
melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan akhlak mulia siswa di sekolah, tentu
tidak terlepas dari perak aktif seorang guru. Guru merupakan sosok penentu bagi
keberhasilan proses pembinaan akhlak mulia yang dilakukan di sekolah. Guru
adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik (Hamzah B. Uno, 2008:
15). Secara umum istilah guru disejajarkan dengan pendidik, ini didasarkan atas
dasar tugas yang dikerjakan yaitu membimbing dan mengajarkan pengetahuan dan keterampilan
kepada siswa.
Kata pendidik
berasal dari kata dasar didik, yang artinya memelihara, merawat dan memberi
latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan
(tentang sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya) Ramayulis &
Samsul Nizar (2009: 138). Istilah pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik (Ahmad Tafsir, 2008: 74).
Dengan demikian, makna pendidik ini lebih bersifat umum, tidak terbatas pada
lingkungan formal seperti sekolah, dan tidak ada penekanan standar kualifikasi
profesi yang baku.
Seorang yang
disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan untuk merancang program
pembelajaran, serta mampu menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar
dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari
proses pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus memiliki integritas
dalam melakukan segala sesuatu yang akan diajarkan pada siswa tidak terbatas
hanya di ruang kelas.
Integritas yang
melekat pada seorang guru tentu tidak terlepas dari pengamatan keseharian
siswa. Ini artinya, siswa secara tidak langsung akan mengevaluasi akhlak mulia
gurunya yang didasarkan pada bagaimana cara guru memperlakukan siswa dalam
proses pembelajaran. Secara tidak langsung dalam proses pembelajaran, siswa
mengetahui bagaimana seorang guru dapat berperan sebagai teladan dengan
mengajar karakter dan nilai-nilai moral (akhlak mulia), seperti kejujuran,
kepercayaan, keadilan, rasa hormat, dan tanggung jawab (Dimyati, 2010: 85).
Selain memiliki
intergritas, seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus tetap mengedepankan
sikap profesional. Seorang guru dapat dikatakan profesional dalam melaksanakan
tugasnya, menurut Ahmad Tafsir (2008: 108-112) sekurangnya memiliki sepuluh
kriteria, yaitu:
a.
Profesi harus memiliki keahlian yang
khusus.
b.
Profesi harus diambil sebagai pemenuhan
panggilan hidup.
c.
Profesi memiliki teori-teori yang baku
secara universal.
d.
Profesi adalah untuk masyarakat, bukan
untuk diri sendiri.
e.
Profesi harus dilengkapi dengan
kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.
f.
Pemegang profesi memiliki otonomi dalam
melakukan profesinya.
g.
Profesi hendaknya mempunyai kode
etik.
h.
Profesi harus mempunyai klien yang
jelas.
i.
Profesi memerlukan organisasi profesi.
j.
Mengenali hubungan profesinya dengan
bidang-bidang lain.
Dari kesepuluh
kriteria yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa seorang guru yang
profesional dalam melaksanakan tugasnya harus menyadari bahwa tugas yang diembannya
itu merupakan tuntutan yang harus dikerjakan sesuai dengan bidang ahlinya dan
tetap terus mengembangkan profesinya tersebut, yang akan menunjang pencapaian
pendidikan yang diharapkan terhadap siswa dengan penuh tanggung jawab.
Untuk dapat
menlaksanakan pembinaan akhlak mulia secara efektif terkait peran guru,
Massialas & Allen (1996: 169) mengemukakan bahwa:
All teacher have a moral responsibility
to control student behavior under their supervision. Through these actions, the
teacher reveals the differences between what is considered good character and
what is considered poor character. The methods by which teacher accomplish this
responsibility are example (modeling), signaling to students approval and
disapproval of their behavior, and explanation (giving reasons).
Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa dalam pembinaan akhlak mulia siswa, semua guru memiliki
tanggung jawab moral untuk mengendalikan perilaku siswa di bawah pengawasan
mereka. Melalui tindakan ini, guru mengungkapkan perbedaan antara apa yang
dianggap akhlak mulia dan apa yang dianggap akhlak tercela. Tanggung jawab guru dalam hal ini
juga terkait peran guru sebagai model bagi siswa, serta menjelaskan siswa
alasan melakukan tidakan yang diajarkan guru.
Bentuk tanggung
jawab guru dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadnya, guru harus
memiliki sipat amanah dan fathonah. Seorang guru yang memiliki sipat fahonah
itu tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam
berpikir dan bertindak. Toto Tasmara (Abdul Majid, 2008: 72-73) mengatakan
bahwa karakteristik yang terkandung dalam jiwa fathanah antara lain:
a.
The man of wisdom, mereka
tidak hanya menguasai dan terampil melaksanakan profesinya, tetapi juga sangat
berdedikasi dan dibekali dengan hikmah kebijakan.
b.
High in integrity, mereka
sangat bersungguh-sungguh dalam segala hal, khususnya dalam meningkatkan
kualita keilmuan dirinya.
c.
Willingness to learn, mereka
memiliki motivasi yang kuat untuk terus belajar.
d.
Proactive
stance, mereka bersikap proaktif, ingin memberikan kontribusi positif bagi
lingkungannya.
e.
Faith
in god, mereka sangat mencintai Tuhannya dan karenanya selalu mendapatkan
petunjuk dari-Nya.
f.
Creditable and reputable, mereka
selalu berusaha untuk menempatkan dirinya sebagai insan yang dapat dipercaya,
sehingga dia selalu berusaha melaksanakan amatat yang diberikan padanya.
g.
Being the best, selalu
ingin menjadikan dirinya sebagai teladan (the excellent examplary) dan
menampilkan unjuk kerja yang terbaik.
h.
Empaty and compassion, mereka
menaruh cinta pada orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.
i.
Emotional maturity, mereka
memiliki kedewasaan emosi, tabah dan tidak mengenal kata menyerah dan tetap
bisa mengendalikan diri.
j.
Balance,
mereka memiliki jiwa yang tenang.
k.
Sense of mission, mereka
memiliki arah tujuan atau misi yang jelas.
l.
Sense of competition, mereka
memiliki sikap untuk bersaing secara sehat.
Dari paparan
tersebut, dapat diketahui bahwa guru yang memiliki sifat fathonah akan
sangat menunjang proses pembinaan akhlak mulia siswa.
Dalam
mengupayakan terciptanya pembinaan akhlak mulia siswa oleh guru, hendaknya
tetap mengacu pada prinsip yang selalu diteladankan serta diajarkan Rasulullah
saw, dalam menanamkan rasa keimanan dan akhlak mulia terhadap siswa. Prinsip
tersebut menurut Abdul Majid (2008: 131-132), antara lain:
a.
Motivasi, ini dapat terlihat pada setiap
ucapan dan perbuatan Rasulullah saw, kesemuanya itu mengandung motivasi yang
kuat kepada para sahabat serta dorongan untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan
kejahatan.
b.
Fokus, dalam menyampaikan
pelajaran hendaknya terfokus pada permasalahan yang disampaikan, sehingga siswa
tidak menjadi kebingungan.
c.
Penyampaian materi tidak terlalu cepat
agar siswa dapat memahami maksud dari apa yang disampaikan oleh guru.
d.
Senantiasa melakukan pengulangan
penyampaian materi yang dianggap perlu untuk ditekankan agar siswa lebih kuat
ingatannya.
e.
Analogi langsung, ini dimaksudkan agar
siswa dapat mengembangkan potensi berpikirnya, sehingga timbul kesadaran dan
tafakkur serta melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
f.
Memperhatikan keragaman siswa, ini
artinya guru harus berusaha memperhatikan kondisi keberagaman siswa, dengan
demikian diharapkan guru dapat melayani serta mempasilitasi kebutuhan siswa.
g.
Memperhatikan tiga tujuan akhlak
(kognitif, emosional, dan kinetik).
h.
Memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan siswa.
i.
Menumbuhkan kreativitas siswa dengan
mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui tanggapan dan pemahaman siswa
terhadap apa yang sudah disampaikan.
j.
Berbaur dengan siswa dan masyarakat
serta tidak eksklusif dalam berbagai kegiatan seperti musyawarah, kerja bakti,
dan lain sebagainya.
k.
Do’a, hendaknya setiap kali akan memulai
pelajaran diawali dengan berdo’a dan diakhiri pula dengan berdoa kepada Allah
swt, dengan harapan akan tetap memperoleh ilmu yang barokah dan bermanfaat.
l.
Teladan, satu kata antara ucapan dan
perbuatan, ini artinya guru harus bisa merealisasikan apa yang diajarkan kepada
siswa dengan langsung sebagai contoh/teladan bagi sisw dengan niat yang tulus
semata-mata karena mengharap akan Rahmat serta balasan dari Allah swt.
Dalam rangka
menerapkan prinsip yang diajarkan Rasulullah saw, tersebut, seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya hendaknya disertai dengan rasa cinta dan kasih sayang
yang selalu muncul dalam proses pembinaan akhlak mulia siswa. Perlakuan kasih
sayang dan cinta ini menurut Prayitno (2009: 124-125) dapat teraktualisasikan
antara lain dalam bentuk:
a.
Sopan, ini didasari rasa kasih saying
dimana guru dengan lembutnya menyapa siswa, memanggil dengan nama yang menarik,
mengucapkan salam, dan menegur dengan manis, segar dan bersemangat.
b.
Respon positif, ini didasari rasa kasih
sayang dengan lembutnya memberikan respon melalui cara-cara yang sopan,
kata-kata yang baik, menghindari penggunaan kata yang menghina, melecehkan,
merendahkan, kasar ataupun tidak pantas.
c.
Penampilan simpati dan empati, ini
merupakan wujud dari kasih sayang guru yang ditampilkan melalui tingkah laku
kelembutan dengan ucapan, tulisan, sentuhan, serta ungkapan-ungkapan lain dalam
bentuk tanda ataupun simbol-simbol tertentu.
d.
Tutur kata, intonasi, tekanan suara dan
irama yang wajar, dengan kata atau kalimat yang mengenakkan, dengan sikap dan
tingkah pola yang sopan, dan menghargai orang lain.
e.
Ajakan dan dorongan, mengajak dan
mendorong secara tulus dan ikhlas, mengajak sebagai mitra bukan penguasa,
mengutamakan persuasi dari pada intruksi, dan bersikap akomodatif dari pada
konfrontatif.
Terkait dengan
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembinaan akhlak mulia,
Lickona (Mindes, 2006: 32-33) mengemukakan lima
prinsip yang harus dipertimbangkan guru dalam pembinaan akhlak mulia siswa
yaitu:
- Relationships matter, so plan to relate individually to each child and to promote relationships among and between children.
- Bond through social convention such as “handshake,” so use the conventions of social pleasantries to promote and receive respect.
- Know students as individuals with personalities, cultural perspectives, and cognitive approaches.
- Positive relationships with teacher influence child behavior, so think about it when you start with the negative in interactions with children.
- Teach by example with respect for students, as shown by personal interest in the stories they tell and the stresses they bring.
Dari kelima
prinsip yang dikemukakan Lickona tersebut, dapat diketahui bahwa guru dalam
melakukan pembinaan akhlak mulia siswa harus mempertimbangkan banyak hal. Ini
antara lain menyangkut bagaimana guru menjalin hubungan baik dengan siswa,
memperaktikkan atau mencontohkan kepada siswa tindakan akhlak mulia dalam
kehidupan sehari-hari seperti berjabat tangan sebagai bentuk penghormatan
kepada siswa, guru juga harus memahami karakteristik individu siswa yang
meliputi kognitif, afektif dan prikomotorik, serta tetap berusaha mempengaruhi
perilaku siswa kearah yang positif.
Dari penjelasan
pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa tugas seorang guru cukup
kompleks. Guru dituntut mampu mempersiapkan siswa menjadi manusia yang
manusiawi yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
manusia lainnya sebagai makhluk sosial, dan hubungan manusia dengan lingkungan
sekitar. Guru juga harus memperhatikan kebutuhan akan pengembangan aspek
kesehatan jasmani, sehingga dapat tercipta akhlak mulia siswa, yang seimbang
antara kebutuhan dunia dan akhirat, sesuai dengan Firman Allah swt. (QS.
Al-Qashash: 77) yang artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan (Departemen Agama RI, 2005: 395).
Dari paparan
berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas seorang guru
dalam proses pembinaan akhlak mulia/karakter siswa mencakup tugas penyampaian
materi pelajaran dengan memperhatikan kebutuhan serta tingkat perkembangan
siswa dan selalu berperan sebagai teladan yang langsung mempraktikkan akhlak
mulia/karakter yang diajarkan kepada siswa, sehingga dengan sendirinya siswa
akan menirunya dan menyadari betapa pentingnnya akhlak mulia/karakter dalam
kehidupan sehari-hari.
0 komentar:
Posting Komentar