A.
Peran Kurikulum dalam Pembinaan
Akhlak Mulia
Kurikulum
merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang
disediakan bagi siswa di sekolah, yang dirancang dan disusun oleh para ahli
pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, ataupun pejabat
pendidikan. Ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana
pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh siswa itu sendiri, keluarga, maupun masyarakat (Nana
Syaodih S., 2010: 150). Kurikulum juga dapat diartikan sebagai sebuah rencana
pendidikan yang memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan
urutan isi serta proses pendidikan yang akan dilaksanakan dalam satuan
pendidikan.
Dari pengertian
kurikulum tersebut di atas, dapat diketahui betapa pentingnya peranan kurikulum
dalam rangka mencapai keberhasilan pendidikan untuk sampai pada tujuan yang
sudah direncanakan. Tanpa perencanaan yang baik dan benar, proses pembinaan
akhlak mulia siswa tidak akan dapat menghasilkan out put yang sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
Dalam kurikulum
pendidikan Nasional, pendidikan akhlak mulia sejajar dalam kelompok mata
pelajaran agama. Ini dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama. Namun demikian, dalam pendidikan akhlak mulia di sekolah,
selain sebagai mata pelajaran tersendiri sesuai standar kurikulum nasional yaitu
sebagai mata pelajaran agama dan akhlak mulia. Sekolah juga dapat
mengintegrasikan nilai-nilai akhlak mulia dalam semua mata pelajaran secara
langsung maupun secara tidak langsung. Ini dilakukan antara lain dengan membuat
program ekstrakurikuler dan kurikulum tersembunyi sesuai dengan kebutuhan
sekolah masing-masing.
Terkait dengan
kurikulum pembinaan akhlak mulia di sekolah, Bohlin, Farmer & Ryan
mengemukakan bahwa “In the curriculum, character education occurs
through the choices that teachers select to illustrate “a primary source of our
shared moral wisdom (through) stories, biographies, historical events, and ...
reflections on the ‘good life’ and the meaning of ‘strong moral character” (Mindes,
2006: 33). Ini menunjukkan bahwa pembinaan akhlak mulia itu dapat diterapkan
dalam semua bidang studi.
Secara tegas Mindes (2006: 33)
menegaskan bahwa kompleksitas dan nuansa dari pendidikan karacter (akhlak
mulia) termasuk dalam penelitian sosial, di mana kurikulum berfokus pada orang
dalam arti luas, seperti budaya, sejarah, dan manusia, antara tindakan dengan
satu sama lain dan dengan lingkungan sekitar. Ini menunjukkan bahwa kurikulum
pembinaan akhlak mulia itu mencakup semua aspek kehidupan manusia.
Dengan demikian pembinaan
akhlak mulia yang baik, tentunya harus dilakukan dengan melibatkan kurikulum
yang menantang dan bermakna serta tetap memperhatikan kebutuhan semua siswa
dalam rangka membantu siswa untuk memperoleh hasil pembinaan akhlak mulia yang
optimal. Meskipun pada awalnya ketika siswa berangkat ke-sekolah dengan
bermacam-macam keterampilan, minat, motivasi, dan karakter yang berbeda-beda,
namun diharapkan dengan adanya penerapan kurikulum yang baik dan menantang,
dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi semua siswa, sehingga tercipta
suasana sekolah yang menyenangkan dan nyaman untuk tempat belajar bagi semua
siswa.
B.
Peran Lingkungan Sekitar dalam
Pembinaan Akhlak Mulia
Proses pembinaan
yang dilakukan di sekolah dalam rangka mencapai hasil pembinaan akhlak mulia
yang diharapkan, tentu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal dalam
sekolah seperti perang kepala sekolah, guru, dan kurikulum. Akan tetapi,
lingkungan sekitar juga memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan
pembinaan akhlak mulia siswa.
Lingkungan
sekitar yang dimaksudkan adalah semua hal atau situasi dan kondisi yang ada di
sekeliling siswa yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tingkah
lakunya. Hal-hal yang ada di sekitar tersebut, yang termasuk di dalamnya
mencakup segala sesuatu yang berpotensi mempengaruhi perkembangan dan tingkah
laku siswa. Lingkungan sekitar ini terdiri atas dua bagian yaitu lingkungan
alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan alam
adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti
rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim suatu daerah, dan hewan (M. Ngalim Purwanto,
2009: 72). Dengan demikian, lingkungan alam yang dapat mempengaruhi hasil
pendidikan itu sangat luas, sehingga perlu untuk diperhatikan oleh para guru dalam
melaksanakan proses pembinaan akhlak mulia siswa.
Lingkungan
sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita (M. Ngalim
Purwanto, 2009: 73). Pengaruh lingkungan sosial ini ada yang secara langsung
dan secara tidak langsung mempengaruhi hasil pembinaan akhlak mulia. Pengaruh
langsung di sini misalnya dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan
anggota keluarga, dan teman sebaya. Sedangkan pengaruh yang tidak secara
langsung misalnya berbagai tayangan melalui Televisi, Radio, hasil bacaan dari
buku, majalah, koran, dan lain sebagainya.
Faktor
lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi hasil pendidikan
terutama terhadap pertumbuhan rohani dan kepribadian atau akhlak mulia siswa.
Sekarang ini media sering menyuguhkan tayangan yang tidak sesuai dengan
perkembangan siswa, seperti siaran televisi tentang berbagai berita kriminal,
filem yang mengarah pada pergaulan bebas, iklan yang dapat membentuk perilaku
konsumtif, infotaimen, gossip, dan sinetron yang sedikit sekali memuat
nilai-nilai pendidikan bagi siswa. Itu semua sangat digemari oleh siswa,
sehingga proses pembinaan akhlak mulia yang dilakukan di sekolah cenderung
kalah oleh pengaruh media yang semakin berpotensi meracuni akhlak mulia siswa. Dalam
hal ini, Lickona (1975: 293-294) mengemukakan dampak media yaitu.
The previous section focused almost
entirely on the possibility that exposure to televised violence would increase
young viewers’ overt aggressiveness. Clearly, this is one result that has been
repeatedly demonstrated by the research. Other effects of television viewing,
related in various degrees to the violence issue, may be equally or even more
important in the child’s moral development.
Lickona mencoba menjelaskan bagaimana dampak media terutama dari segi
tayangan yang ditonton siswa seperti tayanga kekerasan, yang tentu akan
berpengaruh terhadap agresivitas para siswa, sehingga tingkah laku siswa
terutama akhlak mulia siswa akan dapat dipengaruhi secara langsung maupun tidak
langsung.
Besarnya pengaruh
eksternal terhadap proses pembinaan akhlak mulia siswa antara lain diungkapkan
oleh Anna, et. al.
(2001: 3), yang menyatakan bahwa:
Teachers (and schools) neither
should nor could be the sole source of moral education, let alone morality, for
children. Many other people and institutions, in particular the family, have
roles that impinge on moral development, and this influence is often far beyond
that which a single teacher can have. … These other influences are not always
benign, and the teacher’s role may include what we might call remedial work on
damage done by families, the media or other agents.
Dengan demikian dapat terlihat
bahwa peran guru dan staf yang ada di lingkungan sekolah bukanlah satu-satunya
faktor yang dapat mempengaruhi proses pembinaan akhlak mulia siswa. Banyak
faktor lain yang juga ikut mempengaruhi proses pembinaan akhlak mulia siswa,
antara lain pengaruh keluarga, media dan lain sebagainya, sehingga guru harus
tetap memperhatikan pengaruh eksternal tersebut yang akan dapat mempengaruhi
proses pembinaan akhlak mulia siswa.
0 komentar:
Posting Komentar