Kurikulum IPS SD
Dalam Upaya
Pengembangan Pembelajaran IPS SD
Mengacu Pada UU No. 20 tahun 2003.
A. Kompetensi Dasar
Diharapkan yaitu mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan
kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003.
B. Deskripsi Materi
1.
Landasan Filosofis Pengembangan
Kurikulum
Pengembangan
suatu kurikulum tentu tidak semerta dilakukan begitu saja tanpa landasan
filosofis yang jelas, dibutuhkan adanya landasan filosofis yang jelas dalam
melakukan pengembangan kurikulum. Hal ini perlu dilakukan agar pengembangan
kurikulum memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implementasinya. Secara
teoritis, terdapat beberapa pandangan filosofi kurikulum yaitu esensialisme,
perenialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
1)
Esensialisme
Aliran ini menekankan bahwa kurikulum harus
menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan pada
dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran
esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan utama implementasi
kurikulum menurut aliran ini adalah intelektualisme (Hamid Hasan, 1996: 57-58).
Proses belajar mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan
terhadap penguasaan disiplin ilmu. Implementasi pembelajaran seperti ini akan
lebih banyak menekankan pada dominasi guru yang berperan daripada siswa.
Adanya dominasi guru dalam proses pembelajaran
ini akan menekankan pembelajaran yang bersifat (academic excellence
and cultivation of intellect), daripada kemampuan
untuk mengembangkan proses inquiry guna memproduksi pengetahuan baru bagi
siswa (Nana Supriatna, 2007: 31-32). Sekolah yang baik dalam pandangan aliran
filsafat esensialis adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme
siswa. Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialis akan lebih
menekankan IPS pada aspek kognitif belaka daripada aspek afektif. Siwa belajar
IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan
materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
2)
Perenialisme
Aliran ini memadang bahwa sasaran yang harus
dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang
kenyataan, kebenaran, dan nilai yang abadi, serta tidak terikat oleh ruang dan
waktu. Dalam pandangan ini, kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena
dengan pandangan perernialisme menjadikan peserta didik sebagai warga negara
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diinginkan oleh negara.
Pandangan perenialis lebih menekankan pada transfer of culture, seperti
dalam kurikulum IPS yang bertujuan pada
pembangunan jati diri bangsa pada peserta didik, yang menuju tercapainya
integrasi bangsa (Nana Supriatna, 2007: 31).
3)
Progresivisme
Aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki
tujuan yaitu meningkatkan kecerdasan praktis dan membuat siswa lebih efektif
dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan. Masalah tersebut ditemukan
berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan menurut
aliran filsafat progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang
dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya dan mendorong mereka untuk
berpartisipasi aktif sebagai warga negara dewasa, terlibat dalam pengambilan
keputusan, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
(Nana Supriatna, 2007: 32).
Implementasi pembelajaran IPS dalam pandangan
filsafat progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali
kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-harinya. Masalah-masalah tersebut misalnya kemiskinan,
pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja, narkoba, dan
lain-lain. Jadi pembelajaran yang ditekankan dalam aliran progresivisme lebih
bersifat implementatif.
4)
Rekonstruksionisme
Aliran filsafat ini berpendapat bahwa sekolah
harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokratis yang mendunia. Aliran ini menghendaki agar setiap
individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu
mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan
dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses
pembelajaran guna memproduksi pengetahuan baru (Nana Supriatna, 2007: 32).
Aliran filsafat ini pada dasarnya lebih
menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquri).
Penemuan ini bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia
lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hanya hasil. Aktivitas
siswa menjadi prioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran. Dengan cara seperti ini
diharapkan siswa mampu menemukan (inquiri) suatu informasi baru yang
berguna bagi dirinya.
Dalam implementasi pembelajaran IPS, misalnya
siswa mempelajari fakta-fakta yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan
fakta-fakta tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa
harus didefinisikan lebih dahulu oleh guru. Misalnya diperkenalkan adanya fakta
orang-orang yang melakukan kegiatan jual-beli, orang-orang yang melakukan
kegiatan gotong royong membangun desa, dll. Setelah melihat aktivitas
orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan,
pembelian, penawaran, pasar, uang, gotong royong, pembangunan, kerja sama, dll.
Agar proses inquri dalam pembelajaran ini dapat terjadi kepada siswa, maka guru
tidak memberikan definisi tersendiri, akan tetapi guru mempasilitasi siswa untuk
mecarinya berdasarkan fakta yang ditemukan.
2.
Pengembangan Kurikulum IPS Masa
Depan
Konsep dasar dan esensi pendidikan dasar yang
dimiliki para pengambil kebijakan pendidikan dasar pada tingkat nasional, regional
maupun kabupaten/kota, dan pengelola pendidikan dasar pada tingkat satuan
pendidikan akan berpengaruh terhadap formula pengembangan kurikulum pendidikan
dasar di masa depan. Program belajar atau kurikulum pada setiap jenis satuan
pendidikan dasar di masa depan harus dirancang dengan mempertimbangkan esensi
dan fungsi pokok pendidikan dasar. Pengembangan kurikulum pendidikan dasar
harus dikaitkan dengan karakteristik kualitas sumber daya manusa yang
diperlukan untuk kehidupan mereka di masyarakat, dan sekaligus mempertimbangkan
karakteristik perbedaan kelompok peserta didik di masing-masing jenis dan
jenjang satuan pendidikan dasar.
Konsep dasar yang komprehensif dan luas
tentang fungsi pokok pendidikan dasar tidak hanya dipergunakan untuk masyarakat,
tetapi hendaknya tertuju pada suatu kajian tentang praktek dan kebijakan
pendidikan dasar pada tingkat awal bagi semua sekolah secara nasional. Tujuannya, untuk memberikan suatu landasan
yang mantap bagi praktek belajar peserta didik di masa depan dan mengembangkan
keterampilan hidup (life skills) yang esensial untuk membekali
peserta didik agar mampu hidup bermasyarakat.
Dalam menghadapi harapan dan tantangan masa
depan yang lebih baik, pendidikan dipandang sebagai esensi kehidupan, baik bagi
perkembangan pribadi maupun perkembangan masyarakat. Misi pendidikan, termasuk
pendidikan dasar, adalah memungkinkan setiap orang, tanpa kecuali,
mengembangkan sepenuhnya semua bakat individu, dan mewujudkan potensi
kreatifnya, termasuk tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan pencapaian
tujuan pribadi. Misi itu akan dapat
tercapai melalui strategi yang disebut belajar sepanjang hidup (learning
throughout life), yang dipandang sebagai detak jantung dari masyarakat.
Dengan mengikuti gagasan konsep belajar sepanjang hidup, maka pengembangan kurikulum
pendidikan dasar harus memberikan tekanan yang lebih besar pada salah satu dari
empat pilar yang diusulkan dan digambarkan sebagai dasar pendidikan, yaitu:
belajar hidup bersama (learning to live together). Dalam pola ini,
pendidikan dilakukan dengan mengembangkan suatu pemahaman tentang orang lain,
sejarah, tradisi, dan nilai-nilai spiritual mereka. Dengan berpijak pada
landasan tersebut, pendidikan dasar dapat menciptakan suatu semangat baru yang
dibimbing oleh kesadaran tentang resiko atau tantangan masa depan, sehingga
mendorong orang melaksanakan proyek bersama atau mengelola konflik yang pasti
terjadi, dengan suatu cara yang bijaksana dan damai.
Untuk mendukung terwujudnya gagasan tersebut
di atas, mak strategi awal pengembangan kurikulum pendidikan dasar adalah
penekanan kepada pilar pertama dari 4 (empat) pilar pendidikan yang ditetapkan
UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know). Adanya perubahan
yang cepat yang dibawa oleh kemajuan ilmiah dan norma-norma baru tentang
kegiatan ekonomi dan sosial, tekanan pada belajar untuk hidup bersama dipadukan
dengan suatu pendidikan umum yang cukup luas dengan melalui belajar memperoleh
pengetahuan sebagai alat untuk memahami hidup. Pilar berikutnya yang harus dipelajari
peserta didik pendidikan dasar adalah belajar menjadi dirinya sendiri (learning
to be).
Belajar bekerja (learning to do) juga
pilar pendidikan yang harus dipelajari oleh peserta didik pendidikan dasar.
Disamping belajar bekerja melakukan sesuatu pekerjaan, secara lebih umum perlu
pula menguasai kemampuan yang memungkinkan orang mampu menghadapi berbagai
situasi yang sering tidak dapat diduga sebelumnya, dan bekerja dalam berbagai
tim.
Akhirnya, pilar pendidikan yang keempat yang
harus dipelajari peserta didik pendidikan dasar adalah learning to live
together . Hal ini berarti bahwa kurikulum (program belajar) pendidikan
dasar harus memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih bebas dan mempunyai
pandangan sendiri yang disertai dengan rasa tanggung jawab pribadi yang lebih
kuat untuk mencapai tujuan hidup pribadinya atau tujuan bersama sebagai anggota
masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu
untuk seluruh lapisan peserta didik pendidikan dasar, maka pengembangan kurikulumnya
harus dirancang sebagai keseluruhan dari penawaran lembaga pendidikan (sekolah)
termasuk kegiatan di luar kelas/sekolah dengan rangkaian mata pelajaran dan
kegiatan yang terpadu. Setiap satuan pendidikan memperoleh identitas atas dasar
caranya mereka menjalankan program-program belajar yang dikembangkannya.
Faktor-faktor yang menentukan isi tiap program harus muncul jauh di luar
batas-batas sekolah/satuan pendidikan. Faktor-faktor itu timbul melalui
kekuatan-kekuatan sosial, kultural, ekonomi, dan politik. Kurikulum suatu sekolah/satuan pendidikan
dasar harus mewakili keseluruhan sistem pengaruh yang membangun lingkungan
belajar bagi peserta didik. Program itu sendiri terdiri atas unsur-unsur
tertentu yang mencakup maksud dan tujuan, kurikulum, metode pembelajaran, dan
evaluasi hasil belajar peserta didik.
Pengembangan program belajar (kurikulum) pada
tingkat pendidikan dasar harus meliputi hal-hal esensial yang dibutuhkan
peserta didik, seperti: bidang-bidang studi apa yang akan disajikan; untuk maksud-maksud
khusus apa bidang studi tersebut disajikan; bagaimana bidang studi tersebut
hendak disusun dan dihubung-hubungkan; dan bagaimana bidang studi tersebut
diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain, program belajar pendidikan
dasar harus dikembangkan secara terpadu dan berlandaskan kepada pengembangkan
kemampuan pemecahan masalah kehidupan yang perlu dikuasai peserta didik.
Secara konseptual, pengembangan kurikulum
pendidikan dasar masa depan perlu mangakomodasikan secara sistematis
dimensi-dimensi pengembangan peserta didik sebagai berikut:
1)
Pengembangan individu atau aspek-aspek hidup
pribadi (dimensi pribadi), antara lain:
a)
Religi: kesadaran beragama
b)
Fisik: kesehatan jasmani dan pertumbuhan
c)
Emosi: kesehatan mental dan stabilitas emosi
d)
Etika: integritas moral
e)
Estetika: pengajaran kultural dan rekreasi
2)
Pengembangan cara berpikir dan teknik
memeriksa kecerdasan yang terlatih (dimensi kecerdasan), antara lain:
a)
Penguasaan pengetahuan: konsep-konsep dan
informasi
b)
Komunikasi pengetahuan: keterampilan untuk
memperoleh dan menyampaikan informasi
c)
Penciptaan pengetahuan: cara pemeriksaan,
diskriminasi, dan imaginasi.
d)
Hasrat akan pengetahuan: kesukaan akan
belajar.
3)
Penyebaran warisan budaya nilai-nilai civic
dan moral bangsa (dimensi sosial), antara lain:
a)
Hubungan antar manusia: kerjasama, toleransi
b)
Hubungan individu-negara: hak dan kewajiban
civic, kesetiaan dan patriotisme, solidaritas nasional.
c)
Hubungan individu-dunia: hubungan antar
bangsa-bangsa, pemahaman dunia.
d)
Hubungan individu-lingkungan hidupnya: ekologi.
4)
Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital dan
menyumbang lepada kesejahteraan ekonomi, sosial, politik, dan teknik penerapan
dalam kehidupan sehari-hari (dimensi produktif), antara lain:
a)
Pilihan pekerjaan: informasi dan bimbingan
b)
Persiapan untuk bekerja: latihan dan
penempatan
c)
Rumah dan keluarga: mengatur rumah tangga,
keterampilan mengerjakan sesuatu sendiri, perkawinan
d)
Konsumen: membeli, menjual, investasi.
Untuk mendukung keterlaksanaan pengembangan
kurikulum pendidikan dasar masa depan tersebut di atas, perlu dikembangkan
suatu masyarakat belajar (learning society) pada setiap satuan pendidikan
dasar. Hal tersebut dimungkinkan, karena setiap aspek kehidupan, baik pada
tingkat individual maupun sosial, menawarkan kesempatan untuk belajar dan
bekerja. Oleh karena itu, pengembangan
program belajar (kurikulum) pendidikan dasar di masa depan perlu mendorong dan
memfasilitasi penggalian potensi pendidikan dari media teknologi informasi modern, dunia kerja atau kultural, dan
pengisian waktu luang. Selain itu, perlu dikembangkan pula kebiasaan peserta
didik untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
diri, baik yang terkait dengan apa yang mereka pelajari di satuan
pendidikannya, maupun yang terkait dengan pemecahan masalah yang dihadapi dalam
kehidupanmereka sehari-hari.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa antara jenjang
pendidikan dan pengorganisasian kurikulum merupakan dua hal yang saling
berkait. Keterkaitannya terutama pada
materi yang diberikan harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
Materi IPS harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan, apakah materi itu
sesuai untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Jenjang pendidikan berkaitan dengan
perkembangan psikologi individu siswa. Pada siswa Sekolah Dasar pada umumnya
masih berada pada tingkatan berpikir
yang bersifat konkret. Pada tahapan ini ditandai dengan kemampuan
mengklasifikasikan angka-angka atau bilangan, mengkonservasi pengetahuan
tertentu dan proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun
masih terikat dengan obyek-obyek yang bersifat kongkret. Kemampuan mengembangkan
berpikir beraneka mulai berkembang. Mengklasifikasi benda-benda dengan
menemukan persamaan dan perbedaan di antara sekelompok benda. Atas dasar
persamaan dan perbedaan itu siswa mampu mengelompokkan benda-benda yang
sejenis. Jadi, kemampuan analisis tingkat awal sudah dapat dilakukan
siswa. Contoh siswa dapat mengelompokkan
jenis-jenis tanaman yang tumbuh di daerah pegunungan, mana yang termasuk jenis
sayur-sayuran dan mana yang termasuk jenis buah-buahan.
Tingkat perkembangan berpikir siswa SD berdasarkan
teori Bruner sudah masuk dalam tahap iconic. Dalam pelajaran IPS SD, siswa dapat diperkenalkan dengan
ilustrasi-ilustrasi gambar yang sederhana. Dari ilustrasi tersebut, siswa
diminta untuk memberikan interpretasi. Misalkan guru memperlihatkan gambar
sekelompok orang yang sedang berkeliling kampung pada malam hari, masing-masing
orang tersebut membawa kentungan dengan latar belakang pos ronda. Dari
ilustrasi gambar tersebut bisa ditanyakan aspek pengetahuan dan nilai. Aspek
pengetahuan dapat ditanyakan seperti sedang apakah orang-orang tersebut, tentu
jawabannya siskamling atau ronda malam. Aspek nilai, kita tanyakan mengapa
orang-orang itu mau melakukan ronda malam. Jawabannya misalnya rasa tanggung
jawab, gotong-royong, kebersamaan, dan lain-lain.
Pengorganisasian kurikulum IPS untuk SD lebih
baik menggunakan pendekatan fusi. IPS sebagai materi pelajaran tidak menekankan
disiplin ilmiahnya. Hal ini dikarenakan pada tingkat SD, kemampuan berpikir
abstrak masih sulit dikembangkan. Kemampuan berpikir pada tingkat sekolah dasar
lebih banyak bersifat konkret. Oleh sebab itu materi yang dikembangkan bersifat
tematis. Tema-tema yang dikembangkan harus berangkat dari fenomena kehidupan
sosial sehari-hari yang dilihat dan dialami oleh siswa.
Berdasarkan uraian materi tentang pengembangan
kurikulum IPS di Sekolah Dasar (SD) tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep
pengembangan yang diterapkan dalam IPS harus sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan siswa, serta relevan dengan dunia masadepan atau tuntutan dunia
global. Hal demikian itu dapat disebut sebagai pengembangan kurikulum masa
depan, dimana mata pelajaran IPS sebaiknya isinya lebih menekankan pada muatan
materi kurikulum yang berlandaskan pada konsep multikultur dan nilai-nilai
humanistik. Konsep tersebut menonjolkan prinsip keadilan sosial, pembebasan,
kearifan lokal, ekonomi rakyat, nasionalisme, dan kearifan masa lampau untuk
melangkah ke masa depan.
Latihan
1)
Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003,
jelaskan bagaimana kurikulum IPS dikembangkan!
2)
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus
tetap mengikuti perkembangan dunia global, artinya pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial harus tetap relevan dengan kebutuhan manusia pada masa
sekarang dan masa yang akan datang. Berdasarkan pernyataan tersebut, coba
jelaskan bagaimana mengembangkan kurikulum IPS sesuai dengan kebutuhan masa
depan!
3)
Secara teoritis, terdapat beberapa pandangan
filosofi kurikulum yaitu esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan
rekonstruksionisme. Berdasarkan pandangan tersebut coba jelaskan bagaimana
mengembangkan kurikulum IPS untuk sekolah dasar (SD)!
4)
Terkait penerapan kurikulum 2013 dan
pembelajaran tematik di SD kelas rendah, coba berikan gambaran pembelajaran IPS
secara tematik dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada diri siswa!
0 komentar:
Posting Komentar