BAGIAN I
Pengantar Konsep Dasar IPS
A.
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami pengertian, latar
belakang,
dan tujuan IPS.
B.
Deskripsi Materi
- Sejarah Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu pengetahuan sosial
atau Social Studies pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat
sekitar tahun 1931, dimana istilah social studies secara resmi
digunakan oleh suatu komisi pendidikan Amerika Serikat. Komisi ini sekaligus bertugas dalam merumuskan dan
membina kembali kurikulum sekolah untuk mata pelajaran sejarah, geografi, dan
komunikasi, serta memberikan nama resmi IPS untuk kurikulum sekolah.
Edgar Wesley (1965) dalam bukunya yang
berjudul “Teaching social science in highschools” dia menjelaskan bahwa
sejarah lahirnya social studies muncul sebagai suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri setelah perang Dunia I. ini sebagai reaksi dari social politik
atas terjadinya instabilitas pergerakan kehidupan masyarakat yang terus-menerus
dibayangi akan adanya sebuah ancaman disintegrasi nasional, dimana pada saat
berakhirnya perang dunia I, terjadi proses imigrasi besar-besaran dari
bangsa-bangsa Eropa Timur dan Eropa Barat. Dampak dari terjadinya proses
Imigrasi ini dikhawatirkan akan membawa dampak perubahan diberbagai bidang
kehidupan masyarakat Amerika saat itu, baik bidang politik, social, maupun
budaya. Kekhawatiran ini menginspirasi para pemikir Amerika Serikat untuk
bekerja keras menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapinya. Pada
akhirnya para pakar pendidikan Amerika serikat memandang bahwa untuk memecahkan
masalah tersebut, dipandang perlu adanya kesadaran dam pemahaman masyarakat
terhadap keterampilan dan ilmu social yang cukup untuk mendalami, memahami, dan
menelaah permasalahan social yang sedang terjadi.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pada
dasarnya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di dasarkan atas berbagai problema
social yang terjadi dikalangan masyarakat, baik antara individu dalam satu kelompok
maupun dengan kelompok lain, baik antara satu masyarakat dalam satu Negara
dengan Negara lain. Untuk lebih efektifnya dalam penanaman nilai-nilai
kesadaran sosial yang diharapkan untuk menghadapi berbagai masalah sosial
tersebut, maka pendidikan formal di sekolah yang dianggap lebih efektif untuk
menjadi wadah atau mengajarkan nilai-nilai Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kepada
generasi muda sebagai calon anggota masyarakat baru yang kelak akan menjadi
pelaku kehidupan sosial di masyarakat.
- Rasional Pembelajaran IPS SD
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan terjemahan dari istilah “Sosial Studies”yang dikenal dalam
dunia pendidikan dasar dan lanjutan di Amerika Serikat. Jadi berdasarkan isinya
IPS dapat diartikan sebagai “penelaahan masyarakat”. Menelaah kehidupan
masyarakat yang semakin kompleks dan terus mengalami perubahan, tentunya tidak
dapat lagi dilakukan dengan penelaahan berdasarkan pengalaman praksis
sehari-hari, melainkan harus dilandasi oleh teori-teori sosial yang dapat
memperhitungkan proyeksi kehidupan lebih lanjut.
Penelaahan atas aspek-aspek kehidupan beserta
kaitannya satu sama lainnya sebagai suatu sistem yang semakin kompleks,
dibutuhkan pengetahuan dasar yang lebih mendalam tentang berbagai aspek kehidupan.
Pengetahuan tentang penelaahan masyarakat dapat diperoleh dari beberapa cabang
ilmu sosial yang meliputi: Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik/Hukum,
Antropologi, dan Psikologi Sosial (Mukminan, dkk. 2002: 1). Adanya pengetahuan
kemasyarakatan yang dimiliki siswa diharapkan mampu menelaah berbagai phenomena
sosial kemasyarakatan yang terjadi, baik itu yang ada disekelilingnya maupun
yang ada di lingkungan Negara lain, baik yang terjadi di masa lampau, masa
sekarang, maupun yang akan datang.
Salah satu kelemahan dari system pendidikan
tradisional yaitu pembelajaran ilmu-ilmu sosial diajarkan secara
terpisah-pisah, sehingga melahirkan adanya penelaahan satu phenomena kehidupan
kemasyarakatan yang tidak secara utuh dari sudut pandang berbagai kajian ilmu-ilmu
sosial. Sistem pembelajaran tradisional
juga menyebabkan hasil pembelajaran tidak memiliki kesatuan makna dan pelajaran
cenderung terkesan pada kajian teoritis saja. Akibat lain yang ditimbulkan
sistim pendidikan tradisional juga mengarah pada terbentuknya visi siswa yang
sempit, sehingga setelah dewasa kurang mampu melihat suatu phenomena
kemasyarakatan secara multidimensional, serta mempersulit penerapan
pengetahuannya bagi kehidupan sehari-hari.
Berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan
pengembangannya dalam kehidupan sehari-hari harus dilihat sebagai suatu
kompleksitas permasalahan yang memerlukan adanya kajian dari berbagai sudut
pandang bidang ilmu. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai studi mengenai
interelasi ilmu-ilmu sosial yang menelaah berbagai phenomena kehidupan manusia
sebagai suatu sistem dengan pendekatan sistem dan interdisipliner,
dirancang untuk dapat mengungkapkan permasalahan kehidupan sosial
kemasyarakatan secara seimbang, serta menyusun alternatif pemecahannya.
Keampuan inilah yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa sebagai bagian dari
anggota masyarakat untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial
kemasyarakatan. Dengan demikian, diharapkan setiap orang yang berkecimpung
dalam masyarakat harus memiliki kemampuan IPS yang taraf akademiknya sesuai
dengan kebutuhan profesi masing-masing. Menyikapi hal tersebut, maka pada
setiap jenjang lembaga pendidikan mulai dari pendidikan dasar, lanjutan, dan
menengah maupun tinggi perlu memasukkan pendidikan/pengajaran IPS ke dalam
setiap kurikulum masing-masing (Mukminan, dkk. 2002: 3).
Pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah dapat dilakukan dengan cara mengenalkan siswa pada masalah-masalah
sosial melalui pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi
dan memecahkan permasalahan sosial tersebut (Mukminan, dkk. 2002: 4). Dengan
demikian dapat dipahami bahwa pembelajaran IPS pada intinya adalah mencakup
tiga ranah kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa yaitu ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Dengan adanya pembelajaran IPS di sekolah diharapkan
siswa dapat menyikapi setiap perkembangan kehidupan sosial secara bijaksana.
Perlunya pembelajaran IPS pada jenjang sekolah
dasar dan menengah tentu tidak sertamerta dilakukan tanpa adanya alasan dan
tujuan yang mendasarinya. Menurut Mukminan, dkk (2002: 4) rasionalisasi
mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah:
a.
Agar siswa dapat mensistematiskan bahan,
informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya
menjadi lebih bermakna.
b.
Agar siswa dapat lebih peka dan tanggap
terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
c.
Agar siswa dapat mempertinggi rasa toleransi
dan persaudaraan di lingkungan sendiri antar manusia.
Preston dalam bukunya “Teaching In
Elementary School” menjelaskan beberapa alasan mengapa IPS perlu diajarn
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu:
a.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak
masalah-masalah social yang luas, kompleks, dan sulit yang memerlukan
pemecahan. Dalam hal ini, tentu saja anak usia sekolah dasar belum sampai
pengetahuannya dan tingkat pemecahannya untuk turut serta memecahkan
masalah-masalah tersebut, namun perlu memahami masyarakat dan kondisi-kondisi
tersebut yang dapat menyebabkan munculnya masalah-masalah tersebut.
b.
Melalui pengajaran IPS anak dapat melihat
perubahan-perubahan dalam masyarakat yang berlangsung sangat cepat.
c.
Anak-anak perlu menyadari bahwa mereka hidup
dalam keadaan yang sangat sulit yang tidak mungkin dapat dengan segera diatasi,
misalnya masalah kependudukan, kemiskinan, kelaparan, kurangan aris, dsb.
Menyikapi berbagai masalah tersebut di atas,
menurut Preston, diperlukan adanya nilai-nilai yang secara rasional dapat
dipergunakan untuk pemecahannya. Lebih lanjut, Preston percaya bahwa IPS dapat
memberikan berbagai informasi, ide-ide, dan metode untuk menyelidiki, yang akan
dapat memberikan kepuasan dan kehidupan intelektual dan meletakkan dasar
toleransi bagi kehidupan antar kelompok (Mukminan, dkk. 2002: 5).
Kemampuan IPS pada hakekatnya adalah untuk
membentuk pelaku-pelaku sosial yang memiliki karakteristik:
a.
Dimensi Personal, yaitu berbudi luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, sehat jasmani, dan rohani.
b.
Dimensi Sosial, yaitu cinta tanah air,
semangat kebangsaan, dan kesetiakawanan nasional yang kokoh.
c.
Dimensi Spiritual, yaitu beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
d.
Dimensi Intelektual, yaitu cerdas, dan
terampil.
- Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Berbicara tengang Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) tentu ini sering dikaitkan dengan bidang Ilmu-Ilmu Sosial (IIS). Untuk
lebih mengenal apa itu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Ilmu-Ilmu Sosial
(IIS), perlu diketahui terlebih dahulu apa pengertian atau definisi dari kedua
ilmu tersebut.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan paduan dari ilmu-ilmu sosial, atau dapat juga dikatakan bahwa IPS mengambil
bahan-bahan dari ilmu-ilmu sosial. Sekalipun demikian jumlah dan bagian isi
ilmu-ilmu sosial (IIS) yang diperlukan bagi pengajaran tentang suatu pokok
bahasan tidaklah selalu sama, karena harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran
dan perkembangan anak didik. Jadi tidak ada keharusan bahwa semua ilmu sosial
perlu diturnkan dalam setiap pokok bahasan IPS. Tingkat (jenjang) pendidikan
juga ikut menentukan jumlah dan bagian isi ilmu sosial yang akan “diramu”
menjadi program IPS. Lingkungan dan kedalaman program yang diajarkan pada peserta didik SD tidak akan sama
dengan program IPS bagi anak-anak SMP, dan yang terakhir ini pun tidak harus
sama dengan bahan pelajaran SMA. Ini tentunya tidak terlepas dari kondisi
psikologis dan tingkat perkembangan dari siswa yang akan menerima pelajaran.
Satu hal yang merupakan
kesamaan ialah bahwa IPS dapat disusun dengan mengaitkan atau menggabungkan
berbagai unsur IIS sehingga menjadi bahan pelajaran yang mudah dicerna
murid-murid yang pada umumnya masih sederhana jalan pemikirannya. Bagaimana
seorang guru IPS memilih dan menyesuaikan bahan pelajaran tersebut dibatasi
oleh pokok-pokok yang akan diajarkan. Dengen menggunakan orientasi pada
masalah, maka pemecahan yang baik ialah jika kita gunakan pendekatan interdisipliner,
tidak terkotak-kotak oleh pemisahan disiplin ilmu yang kaku. Memecahkan masalah
kemasyarakatan secara terkotak-kotak tidak sesuai dengan hakekat masyarakat
sendiri yang bersifat menyeluruh dan kompleks.
Mengenai kaitan antara IPS
dengan IIS akan lebih mudah dipahami jika kita perhatikan kembali batasan yang
dibuat oleh Edgar B. Wesley semenjak tahun 1930. Pada dasarnya Wesley
berpendapat bahwa studi sosial adalah IIS yang disesuaikan dan disederhanakan
guna mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Dari rumusan tersebut dapat
ditarik implikasi, bahwa:
1. Persamaan antara IPS dengan ilmu sosial (IS) terletak
pada sasaran yang diselidiki manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya
membahas masalah yang timbul akibat antar hubungan (interrelationship)
manusia. Dengan kata lain keduanya mempelajari masyarakat manusia.
2. Perbedaan penting antara IIS dengan IPS terdapat pada
tujuan masing-masing sebagaimana kita maklumi setiap ilmu (termasuk IIS)
bertujuan memajukan dan mengembangkan ilmu masing-masing dengan menghimpun fakta,
mengembangkan konsep, dan generalisasi.
Melalui cara penelitian ilmiah para sarjana setiap ilmu melakukan pengujian
hipotesa untuk menghasilkan teori atau teknologi baru. Dengan demikian
metodologi keilmiahan setiap ilmu seperti eksperimen, dokumentasi, dan
lain-lainnya berfungsi sebagai penguji kebenaran teori. Sukses seorang sarjana
antroplogi misalnya akan ditentukan oleh keberhasilnnya menemukan kebenaran
suatu teori atau teknologi baru. Sebaliknya tujuan IPS bersifat pendidikan,
bukannya penemuan teori ilmu sosial, melainkan pada keberhasilannya mendidik
dan mengerjakan IPS, yaitu tercapainya tujuan instruksional yang sudah
ditetapkan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa IPS tidak sama dengan
IIS, tetapi menggunakan bagian bagian ilmu sosial guna kepentingan pengajaran.
Untuk itu berbagai konsep dan generalisasi IS perlu disederhanakan agar lebih
mudah dipahami peserta didik yang umumnya belum matang utnuk mempelajari
ilmu-ilmu tersebut. Dengen demikian dapat dikatan taraf IPS masih belum sama dengan IIS.
Secara lebih spesifik, Tasrif (12: 2008) mencoba mengemukakan
perbedaan IPS dan IIS dilihat dari segi pengertian, objek, tujuan, pendekatan,
dan jenjang pembelajaran.
Tabel Perbedaan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
dan Ilmu-Ilmu Sosial (IIS)
Social Science (IIS)
|
Perbedaan
|
Social Studies (IPS)
|
IIS adalah semua bidang studi yang berkenaan
dengan manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
|
Pengertian
|
IPS adalah bidang studi yang mempelajari,
menelaah, menganalisis gejala, dan
masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara
terpadu.
|
Aspek-aspek kehidupan manusia yang dikaji
secara terpisah-pisah sehingga melahirkan satu bidang ilmu.
|
Objek
|
Aspek kehidupan manusia dikaji berdasarkan
satu kesatuan gejala sosial (tidak melahirkan bidang ilmu).
|
Menciptakan tenaga ahli pada bidang ilmu
sosial
|
Tujuan
|
Membentuk warga negara berkemampuan sosial
dan hidup mandiri di lingkungan masyarakat.
|
Pendekatan disipliner
|
Pendekatan
|
Interdisipliner atau multidisipliner dan
lintas sektoral
|
Perguruan tinggi
|
Jenjang
|
SD sampai PT
|
Mukminan, dkk (2002: 18) menyatakan bahwa
perbedaan IPS dan ISS itu terletak pada tujuannya masing-masing. Tujuan IPS
bersifat pendidikan, bukan penemuan teori ilmu sosial, melainkan pada
keberhasilannya mendidik dan mengajarkan IPS, untuk mencapai tujuan
instruksional yang telah ditetapkan. IIS bertujuan mengembangkan masing-masing
bidang ilmu dengan menghimpun fakta, mengembangkan konsep, dan generalisasi.
Keberhasilan IIS itu terledak pada hasil temuan yang diperoleh.
Pada lain pihak, IPS bukannya sekedar pengetahuan yang tidak
teratur secara sistematis, IPS sudah disusun dan diorganisasi secara baik
menurut kepentingan pendidikan dan pengajaran, sehingga tingkatannya lebih
tingi dari pada pengathuan. IPS berada di tengah-tengah antara pengetahuan
sosial dan IIS, dan inilah barangkali yang merupakan salah satu alasan
digunakannya istilah IPS sebagai terjemahan social studies. IPS bukan ilmu
dan bukan pula pengetahuan.
Selanjutnya IPS dinamakan
juga studi sosial (social studies) adalah kajian mengenai manusia dengan
segala aspeknya dalam sistim kehidupan bermasyarakat. IPS mengkaji bagaimana
manusia bersama diantara sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangganya,
yang dekat sampai jauh. Mengkaji bagaimana mereka bergerak, bagaimana mereka
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pun ditinjau pula. Singkatnya, yang menjadi
bahan kajian atau bahan belajar dalam IPS adalah keseluruhan tentang manusia.
Barr dan kawan-kawan
(1978) menjelaskan bahwa untuk menghadapi masalah kompleksitas kehidupan,
peserta didik harus mampu memadukan dari semua ilmu-ilmu sosial. Di samping itu
diperlukan pula bahan-bahan yang berasal dari Ilmu-ilmu alam dan humaniora,
sebagai materi pendukung. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi siswa itu
nantinya bukan hanya kompleksitas akibat tuntutan perkembangan ilmu dan
teknologi belaka, melainkan juga komplesitas kemajemukan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu IPS bukan hanya mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang
berhubungan dengan manusia saja, malainkan juga tindakan-tindakan empatik yang
melahirkan pengetahuan tersebut (Dunfee and Sage, 1966).
Secara ringkas apa yang
dikaji dalam IPS menurut Bart dan Schermis (1980) adalah:
a.
Pengetahuan
b.
Pengolahan informasi.
c.
Telaah nilai dan
keyakinan
d.
Peran serta dalam
kehidupan.
Mulyono, mengemukakan
bahwa dalam perkembangan dewasa ini, IPS ditafsirkan:
1.
Sebagai Disiplin Akademik
Hasil yang diharapkan adalah membiasakan berfikir teratur
dan sistematis seperti lazimnya pada pengetahuan teoritis. Ini berkembang
sebagai Pendidikan IIS.
2.
Sebagai Pendidikan Nilai
(Value Education)
Tujuannya adalah merekonstruksi pribadi. Jadi menyangkut
perilaku individu dan bersifat intra pribadi. Bentuk pengajaran antara lain
pengungkapan nilai (value clarification) dan pengembangan moral (moral
Development). Ciri IPS di sini penting artinya bagi perkembangan
psikologi dan psikologis.
3.
Sebagai isu-isu sosial (social
issues), yang antara lain disebut sebagai “Current Even”, “Close
Arena”, “Public Policies”, yang kesemuanya itu menyangkut masalah
perilaku sosial dan sekaligus bersifat antara pribadi.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan IPS yang terjadi
selama ini cukup signifikan dan relevan dengan perkembangan zaman. Artinya,
perkembangan IPS yang terjadi dalam dunia pendidikan tetap memperhatikan tiga
ranah perkembangan kemampuan dasar manusia yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Berikut ini dikemukakan
definisi IPS yang dikemukakan oleh beberapa pakar:
1)
Paul Mathias, dalam “The
Teacher Handbook for Social Studies” (Blandfor Press, London, 1973: 20-21) mengatakan sebagai berikut: “The study of man
in society in the past, present and future. Social studies emerges as a subject
of prime importants for study in school”. Pengertiannya bahwa IPS itu
subjek yang diajarkan di sekolah untuk mempelajari manusia di dalam masyarakat
pada masa lalu, kini yang akan datang (tekanannya pada hubungan manusia).
2)
U.S. Bureau of
Educational (the social studies in secondary educational) menyatakan: “The social studies are understand to be
those whose subject matter relateo directiy to the organizationan development
of human society and to man as a member of social group”.
3)
John Jarolimek, dalam
buku yang berjudul: Social studies in elementary education (Third Edition,
the Mac Millan, Company, New York, 1967,p.4) mengemukakan: The social studies
as a part of the elementary school curriculum draw subject mater content form
the social science, history, socialogy, political science, social psychology,
philosophy, antropology and economic. The social studies have been defined as
those portion the social science seleted for instruction purposes.
Jadi menurut John
Jarolimek, studi sosial itu mempunyai unsur-unsur ilmu-ilmu sosial seperti:
sejarah, sosiologi, politik, psikologi sosial filsafat, antropologi, ekonomi
dan lain-lain yang erat hubungannya dengan kemanusiaan. Studi sosial
mempelajari tentang manusia, hubungannya, aktivitas dan lingkungannya, yang
dihubungkan dengan berbagai bidang disiplin ilmu dan ini akan menyediakan cukup
topik-topik yang terpilih untuk suatu pelajaran yang tidak terbatas atas suatu
subject saja, tapi akan dapat digambarkan sebagai suatu proses belajar yang
meliputi berbagai bidang dalam suatu kesatuan untuk tujuan pembelajaran.
4)
A.C. Binning & D.H.
Binning mengemukakan bahwa studi sosial (IPS) ialah mata pelajaran yang
mengemukakan bahan-bahan ilmu-ilmu sosial untuk mempelajari hubungan manusia
dalam masyarakat dan manusia sebagai anggota masyarakat.
Dari difinisi-difinisi di
atas, yaitu yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh beberapa tokoh pendidikan
yang terkenal, dapat diambil kesimpulan bahwa IPS bukan IS tertentu. Meskipun
sesungguhnya bidang perhatiannya sama, yaiu hubungan timbal balik di kalangan
manusia (human relations). Ia hanya terdapat pada program pengajaran
sekolah semata-mata. IPS dipaduka untuk tujuan-tujuan instruksional dengan
materi yang sangat sederhana, menarik, mdah dimengerti dan mudah dipelajari.
IPS Merupakan “The Social Science Simplified for Pedagogical Purpose”.
IPS merupakan pengetahuan
terapan, dengan menggunakan materi IIS untuk tujuan pengajaran, IPS
memanfaatkan hasil temuan IIS bagi aplikasi kependidikan. IPS merupakan mata
pelajaran yang bersifat normatif, sangat dipengaruhi oleh tujuan pendidikan
yang diprogramkan yaitu hubungan timbal balik dalam kehidupan bermasyarakat. IPS
mengintegrasikan materi IIS dengan menampilkan permasalahan sehari-hari dari
masyarakat sekitar.
Seperti telah dikemukakan
terdahulu, bahwa istilah IPS dalam dunia pendidikan dasar dan menengah, di
Indonesia muncul bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP, SMA, dan
SMK tahun 1975 yang merupakan pembaharuan kurikulum 1968. kurikulum 1975 yang
merupakan pembaharuan kurikulum 1968. kurikulum 1975 berubah haluan pada tahun
1984 dan 1994, diperbaharui dalam rangka penyempurnaan PIPS untuk
mengantisipasi perubahan-perubahan sosial, perkembangan IPTEK dan globalisasi
berbagai aspek kehidupan (Soedarmo W, 1997). Dilihat dari sisi ini, maka IPS
masih baru disebut baru oleh karena cara pandang yang dianutnya memang dianggap
baru, yaitu secara terpadu tetapi bahan sajiannya sebenarnnya bukanlah baru,
karena berasal dari bahan-bahan IIS dan kejadian-kejadian yang terjadi di
lingkungan hidup manusia. Oleh karena itu IPS adalah telaah-telaah tentang
manusia dan dunianya.
Definisi IPS menurut S.
Nasution : “IPS adalah mata pelajaran yang merupakan suatu fusi atau paduan
dari sejumlah mata pelajaran sosial. Dapat juga kita katakan bahwa IPS
merupakan mata pelajaran yang menggunakan bagian-bagian tertentu dari IIS. IPS merupakan
bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peranan manusia dalam
masyarakat, dan yang terdiri dari berbagai subjek, sejarah, biografi, ekonomi,
pemerintahan, antropologi, sosiologi, dan psikologi sosial” (Poerwito,
1981:10).
- Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Sebagai salah satu bidang
ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep
dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian
IPS. Berkaitan
dengan tujuan IPS tersebut, Martorella (1994: 7) menyatakan bahwa:
“The
Social Studies are selected information and modes of investigation from the
social sciences, selected information from any area that relates directly to an
undestanding of individuals, groups, and societies and applications of the
selected information to citizenship education.”
Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan informasi terpilih dan cara-cara investigasi
dari ilmu-ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang berhubungan langsung
terhadap pemahaman individu, kelompok dan masyarakat dan penerapan dari
informasi yang dipilih untuk maksud mendidik warga negara yang baik. Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa mata pelajaran IPS di SD bertujuan
untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam hidup sehari-hari dan
warga negara yang bangga sebagai bangsa
Indonesia dan cinta tanah air.
Karakteristik tujuan IPS menurut Bruce Joyce
melalui Kenworthy (1981: 7) memiliki tiga kategori, yaitu (1) pendidikan
kemanusiaan, (2) pendidikan kewarganegaraan, dan (3) pendidikan intelektual.
Dari pendapat Kenworthy tersebut dapat
dipahami bahwa Pendidikan kemanusiaan berarti bahwa IPS harus membantu anak
memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam kehidupannya. Dalam
tujuan pertama ini terkandung unsur pendidikan
nilai.
Pendidikan kewarganegaraan berarti bahwa siswa
harus dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Siswa memiliki kesadaran untuk meningkatkan prestasinya sebagai
bentuk tanggung jawab warga negara yang setia pada negara. Pendidikan nilai
dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan.
Sementara itu, pendidikan intelektual berarti
bahwa IPS membantu siswa untuk memperoleh ide-ide analitis dan berbagai cara
untuk memecahkan masalah yang dikembangkan dari konsep-konsep IPS. Dalam
memecahkan masalah, siswa akan dihadapkan pada upaya mengambil keputusan
sendiri. Melalui peningkatan kematangan, soswa belajar untuk menjawab
pertanyaan dengan benar dan menguji ide-ide kritis dalam situasi sosial.
Menurut Fraenkel (1980: 8-11), ada empat kategori tujuan IPS, yaitu pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai. Pengetahuan diartikan sebagai kemahiran dan
pemahaman terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini
adalah membantu siswa untuk belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya, dan
dunia sosial. Keterampilan diartikan sebagai pengembangan berbagai kemampuan
tertentu untuk mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya. Ada beberapa
keterampilan dalam IPS, yaitu keterampilan berpikir, keterampilan akademik,
keterampilan penelitian, dan keterampilan sosial. Sementara sikap diartikan sebagai kemahiran dalam
mengembangkan dan menerima keyakinan-keyakinan, ketertarikan, pandangan, dan
kecenderungan tertentu. Nilai diartikan sebagai kemahiran memegang sejumlah
komitmen yang mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan
tindakan yang tepat.
Nursid Sumaatmadja (1984:
21) menyatakan bahwa: pembelajaran pendidikan IPS melatih ketrampilan para
siswa baik keterampilan fisik maupun ketrampilan berpikirnya dalam mengkaji dan
mencarai jalan keluar dari masalah yang dialaminya. Pengertian ini menekankan
pada misi atau tujuan pendidikan Ilmu Pengeahuan Sosial yakni mengembangkan
kemampuan dan keterampilan agar siswa mampu hidup selaras, serasi dan seimbang
di lingkunganya.
Pengajaran pendidika Ilmu
Pengetahaun Sosial bukan menyajikan materi yang hanya memenuhi isi berkaitan
dengan ingatan siswa, akan tetapi lebih jauh mengkaji kebuuhannya sendiri dan
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Gejala dan masalah yang ada
pada lingkungan siswa dapat dijadikan stimulan untuk dapat menarik perhatian
siswa dalam proses belajar mengajar, gejala seperti kemacetan lalu lintas,
engangguran, banjir dan ersi dapat menarik perhatian siswa jika gejala tersebut
ditinjau dari berbagai dimensi yaitu dari segi ekonomi, sikap mental, pemerintahan,
atau yang lebih relevan.
Dengan membawa persoalan yang ditemukan siswa dalam
kehidupan sehari-hari ke dalam kelas dan dibahas bersama baik oleh guru maupun
antara siswa, hal ini akan melatih siswa untuk melakukan diagnosis terhadap
masalah sosial dan selanjutnya terlatih pula untuk menyusun alternatif
pemecahannnya. Bahkan, akan menjadikan siswa berpikir kreatif, kritis dan
terlatih untuk berani mengambil keputusan.
Berdasarkan Pusat Kurikulum (2006: 7)
dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah mengembangkan potensi peserta
didik agar peka terhadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
terjadi sehari-hari baik yang menimpa
dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Berdasarkan pernyataan pusat kurikulum
tersebut dapat dipahami bahwa, dalam perspektif formal dan realistik, IPS di
tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai
warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills),
sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai
kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.
Untuk menunjang tujuan pembelajaran IPS di
sekolah dasar hendaknya kegiatan belajar dan mengajar serta situasinya hendaknya
sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, dimana orientasi utama
pelaksanaan Pendidikan IPS di sekolah dasar antara lain:
1)
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2)
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam
kehidupan sosial.
3)
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan.
4)
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama
dan berkompetisidalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Dengan demikian dapat terlihat bahwa dalam pengajaran pendidikan IPS masyarakat merupakan sumber belajar dan materi yang utama
serta sekaligus menjadi laboratorium. Pengetahuan, prinsip, dan teori
pendidikan IPS yang dipelajari siswa di dalam kelas dapat diujicobakan atau
diaplikasikan di masyarakat. Oleh karena itu, dalam pengajran pendidikan IPS,
guru harus mampu membawa siswa pada kenyataan hidup yang sebenarnya, agar siswa
menghayati, menangapi, menganalisis dan mengevaluasi, sehingga pada akhirnya
siswa dapat membina kepekaan, sikap mental dan keterampilan dalam menghadapi
kehidupan nyata. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Nursid (1984: 20),
bahwa: melalui pengajaran pendidikan IPS diharpkan terbinanya warga negara yang
akan datang yang peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental yang positif terhadap segala ketimpangan yang terjadi,
dan terampil mengatasi madalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa
dirinya maupun yang melanda kehidupan masyarkat.
Dalam pendidikan IPS yang harus diperhatikan oleh guru
adalah (1) kemampuan dalam memberikan bekal pengetahuan tentang manusia dan
seluk-beluk kehiudpannya dalam asastagtra kehidupan; (2) membina kesadaran,
kyakinan, dan sikap akan pentingna hidup bermasyarakat dengan penuh rasa
kebersamaan, bertanggung jawab, dan manusiawi; (3) membina keterampilan hidup
bermasyarakat dalam Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, dan (4)
membina, memberikan bekal dan kesiapan untuk belajar lebih lanjut dan atau
melanjutkan studi kelak di kemudian hari, dan (5) isi dan pesan nilai moral
buaya bangsa, Pancasila dan agama yang dianut dan diakui Bangsa Indonesia
(Djahari, 1996: 5).
Dalam
proses pembelajaran IPS di sekolah, Mukminan, dkk. (2002: 29-30) menyatakan
bahwa tujuan IPS mencakup tiga kemampuan dasar yakni kognitif, afektif, dan
psikomotor.
1.
Tujuan kognitif meliputi: pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisa, sintesis,
dan evaluasi.
2.
Tujuan afektif yaitu: penerimaan, jawaban atau
sambutan, penghargaan, pengorganisasian, dan karakteristik nilai.
3.
Tujuan psikomotor yaitu: penginderaan,
kesiapan bertindak, respon atau sambutan terbimbing, mekanisme atau tindakan
yang otomatis, keterampilan yang dilakukan secara hati-hati, adaptasi, dan
keaslian.
Tampaknya tentang tujuan
IPS ada beberapa kesesuaian ialah upaya menyiapkan para siswa supaya dapat
menjadi warga yang baik. Namun penafsiran tentang warga yang baik ini agaknya
juga cukup banyak. Oleh karena itu Barr dan kawan-kawan (1977),
(1978). Dan Barth dan Shermis (1980) menunjukkan bahwa
sebenarnya bukan hanya ada satu telaah dalam IPS melainkan ada tiga. Mereka
menyebutkan tradisi yang terdapat dalam IPS, yakni:
a.
Tradisi pertama ialah pewarisan budaya (citizen transmission)
yang menurut bereka bersifat indoktriantif dala menyajikan bahan belajar. Kewargaan
(citizenship) dalam pengertian dari tradisi ini berarti kemampuan
bertindak sebagai warga yang sesuai dengan nilai-nilai dasar yang telah
disepakati dan dianggap baik. Mereka mengartikan indoktrinasi adalah semua
pengalaman belajar (pendidikan) yang dilaksanakan dalam suasanan belajar yang
tidak kritis (Barr, dkk.1977).
b.
Tradisi kedua adalah tradisi ilmu sosial (social science tradition)
yang merujuk kepada pengertian bahwa IPS sebenarnya dapat diturunkan dari salah
satu ilmu social. Jadi sifat IPS daam tradisi ini reduktif. Sifat-sifat
kewargaan dapat diperoleh melalui pemahaman tentang segi metodologis ilmu sosial.
c.
Tradisi ketiga disebut inkuiri reflektif yang didasrkan kepada
pemikiran reflectif thinking dari John Dewey. Dalam anggapan dari
tradisi ini kewargaan tercermin dari kemampuan memecahkan masalah dalam suasan
lingkungan yang sarat nilai. Alam telaah tentang nilai ang dikaji bukan masalah
baik atau buruk itu sendiri melainkan tentang bagaimana kita menelaah nilai
dengan cepat.
Dari uraian di atas tampak
bahwa cakupan IPS sangat luas. Namun IPS tidak seluas pendidikan social (social
education). John E. Ord (1972) menyatakan bahwa pendidikan social mengacu
kepada keseluruhan kehidupan interpersonal siswa, yang meliputi pengajaran
social (social learning) yang dialami siswa di rumah, di sekolah dan di erbagai
lingkungan tempat siswa bergaul. Dilihat dari segi ini IPS hanya merupakan
salah satu wahana pengajaran yang memberi sumbangan kepada-pendidikan social
yang positif.
Di samping itu,
sebagaiaman bidang studi lainnya, tujuan pengajaran pendidikan IPS mencakup
tiga kemampuan dasar yakni bidang kognitif, afaktif dan psikootor. Pencapaian
tujuan pengajaran bidang kognitif didasarkan pada taksonomi Bloom. Tujuan
kognitif adalah tujuan yang berkenaan dengan ingatan dan pengenalan kembali
pengetahuan, perkembangan kemampuan intelektual dan keterampilan intelektual
(Bloom, 1956:7). Dengan demikian tujuan konitif pembelajaran
IPS ebih mengarh kepada tujuan memperoleh pengetahuan. Pengertian, intelegensi,
dan keterampilan berpikir siswa. Tujuan kognitif ini terbagai ke adalam enam
kelompok besar yakni: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4)
analisa, (5) sintesis, dan (6) evaluasi.
Tujuan afktif
pembelajaran PIPS adalah menekankan pada perasaan, emosi, dan derajat penermaan
atau penolakan siswa terhadap materi pembeajaran PIPS yang diberikan secara
garis besar tujuan afektif dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar yaitu:
(1) penerimaan, (2) jawaban atau sambutan, (3) penghargaan, (4)
pengorganisasian dan (5) karakteristik nilai, secara lebih khusus kelima tujuan
afektif ini dapat diungkapkan oleh siswa ke dalam suatu bentuk tingkah laku
seperti melakukan tindakan, melakukan perbuatan bertanya, menjelaskan ,
memilih, menjawab, mengikuti dan menceritakan.
Tujuan psikomotorik dapat
dikelompokkan pada tujuh kelompok besar yakni: (1) penginderaan (2) kesiapan
bertindak (3) respons atau sambutan terbimbing (4) mekanisme atau tindakan yang
otomatis, (5) keterampilan yang dilkaukan seara hati-hat (6) adaptasi, dan (7)
keaslian.
Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa dengan pengajaran Pendidikan IPS berbagai kemampuan yang diharapkan dapat
berkembang pada diri peserta didik, khsusnya kemampuan untuk hidup di
tengah-tengah lingkungan atau masyarakat tepat siswa tinggal. Hal ini sejalan
dengan yang dimekukan Fenton (1967:1) bahwa tujuan studi social adalah prepare
children to be good citizen; social studies teach children how to think and;
social studies pass on the cultural heritage”. Pernyataan tersebut berarti
bahwa pengajaran Pendidikan IPS mengantarkan anak menjadi WNI yang baik,
mengajar anak bagaimana berpikir, dan dengan pengajaran Pendidikan IPS dapat
menyampaikan warisan kebudayaan kepada anak.
- Fungsi dan Peranan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
1)
Fungsi Pendidikan IPS
Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik, yaitu membentuk sikap
sosialnya agar peserta didik tersebut memahami masalah-masalah sosial dari sudut disiplin Ilmu pengetahuan dari semua
bidang disiplin pendidikan ilmu sosal yang ada hubungannya dengan pemahaman an
pemecahan-pemecahan masalah lingkungan. Selain itu juga dibina sikap mampu
menanggapi pemecahan persoalan sendiri maupun secara ersama-sama.
Pada dasarnya,
fungsi pengajaran IPS di SD adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai,
sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat
direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Berkaitan dengan
fungsi mata pelajaran IPS, Jarolimek (1986: 4) berpendapat bahwa:
“The major
mission of social studies education is to help children learn about the social
world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social
realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skills, needed to help
shape an enlightened humanity.”
Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang
masyarakat dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan untuk belajar
menerima realitas sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk membantu mengasah pencerahan
manusia.
Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran IPS antara lain:
a.
Siswa menjadi sumber
pemikir utama.
Bagaimana intelektual skilnya dibenuk, bagaimana membentuk
kemampuannya menanggapi dan eecahkan masalah sosial dan lingkungan. Selanjutnya
dalam kegiatan belajar mengjar pendidikan ilmu pengetahuan Sosial, agar siswa
lebih banyak diaktifkan.
b.
Siswa diintegrasikan dengan lingkungan (sosial, fisik, geografis, dan kultural) dengan tujuan membina menjadi manusia sosial
yang rasional serta bertanggungjawab terhadap diri dan keidupan bersama.
Diintegrasikan di sini maksudnya ialah selalu dihubungkan
dengan keadaan yang nyata, baik kejaidan di alam sekitarnya, kegiatan di tempat
lain ataupun kejadian di masa yang lampau.
c.
Siswa dibina menjadi warga
negara yang mampu membudayakan lingkungan menurut nilai-nilai masyarakat pancasila
sehingga diharpkan terciptanya masa depan yang cemerlang.
Membina siswa agar menjadi manusia yang
secara sisik dan mental menyadri hal dan tnaggung jawabnya sebagai insan
illahi, insan priadi, insan sosial dan insan bernegara. Melalui berbagai latihan,
siswa dibina kemampuannya menganalisis, memahami, dan memecahkan masalah-masalah sosial baik secara
sendiri maupun bersama-sama.
Berdasarkan
pemaparan di atas dapat dipahami bahwa fungsi pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) yaitu membentuk intelektual, sikap, dan keterampilan siswa, serta
mampu menerapkannya dalam kehidupan dunia nyata baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) berfungsi untuk membentuk jiwa dan raga manusia secara seimbang.
2)
Peranan Pendidikan IPS
Peranan Pendidikan IPS secara umum merupakan
salah satu wahana pencapaian tujuan
pendidikan nasional. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) juga
berperan sebagai pembentukkan warga negara yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Imam
Chourmain, dalam “Mencari Identitias dan Jati Diri PIPS”, menulis Peranan IPS bagi
social studies.
1.
Masing-masing ilmu sosial
(social science) mempunyai sumbangan yang penting bagi suatu program social
studies yang berfaedah bagi bagian akhir abad ke-21 ini.
2.
Isi yang dipilih untuk
program social studies di sekolah ataupun dalam prgram instruction/texbook
harus mencerminkan penemuan-penemuan terakhir, ilmu sosial, dan interpretasi para sarjana-sarjana dalam bermacam-macam Ilmu Sosial.
3.
Metode penelitian dan
alat-alat penyelidikan/penelitian di dalam Ilmu Sosial adalah bagian yang
integral dan isi dari masing-masing ilmu itu dan isi penting
untuk penarikan kesimpulan-kesimpulan dari ilmu semacam itu dan penting
diketahui oleh para anak didik, dan denegan sendirinya masuk
sebagai bagian yang integral dalam program social studies.
Berdasarkan pemaparan di
atas, setidaknya dapat terlihat bagaimana peranan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
sebagai pengarah dan penuntun berbagai kompetensi sosial siswa baik secara
individu maupun kelompok atau sebagai anggota masyarakat. Dengan peranan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) tersebut diharapkan siswa dapat menerapkan dan
memperaktikkan berbagai sikap positif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
menjadi manusia yang berprikemanusiaan dan berpriketuhanan, serta berakhlak
mulia. Hal
inilah yang dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional yaitu adanya proses
pendidikan yang memanusiakan manusia atau menjadikan manusia sebagai manusia
yang seutuhnya.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa IPS memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
mempersiapkan generasi bangsa yang memiliki kemampuan sosial yang relevan
dengan perkembangan zaman. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan dalam bidang
pendidikan, tindakan sosial kemasyarakatan, dan tindakan untuk tetap melakukan
pembaharuan dengan melakukan berbagai penelitian-penelitian atau kajian-kajian
terhadap berbagai phenomena sosial yang terjadi di masyarakat.
- Hubungan IPS dan IIS
Ilmu-ilmu sosial adalah
ilmu yang mempelajari sikap dan tingkah laku manusia di dalam kelompok
(Harsoyo, 1971: 25). Usman Tampubolon
mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang menggunakan metode-metde ilmiah
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku manusia. Secara umum ilmu
sosial dianggap sebagai disiplin ilmu, dipadukan untuk mengembangkan “hubungan
khowledge”melalui penelitian, penemuan, dan eksperimen yang
bersifat value free. Pendidikan ilmu
pengetahuan sosial (IPS) diartikan sebagai kajian
terapan yang menggunakan materi IIS untuk tujuan pengajaran.
Ilmu-ilmu Sosial (IIS) mempelajari
manusia di dalam lingkungan masyarakat dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS)
memanfaatkan hasil temuan Ilmu-ilmu Sosiao (IIS) bagi aplikasi pendidikan. PIPS
bukan satu ilmu tertentu, sungguhpun bidang perhatiannya dengan ilmu-ilmu
sosial sama yaitu hubungan timbal balik dalam kehidupan bermasyarakat
(Mukminan, dkk. 2002: 37). Sebagai mata pelajaran
yang bersifat normatif sangan dipengaruhi oleh tujuan pendidikan yang
diprogramkan pips mengintegrasikan bahan atau materi dari ilmu-imu sosial
dengan menampilkan permasalahan sehari hari dalam masyarakat sekeliling.
Berdasarkan
pemaparan di atas, dapat disimpulka bahwa antara Ilmu pengetahuan Sosial (IPS)
dan Ilmu-ilmu Sosial (IIS) memiliki keterkaitan atau hubungan yang sangat erat.
Keduanya mengkaji tentang manusia, meskipun pada akhirnya terdapat perbedaan
diantaranya, dimana Ilmu-ilmu Sosial lebih kepada suatu disiplin keilmuan yang
diarahkan untuk sebuah bidang penelitian atau penemuan dan pengembangan suatu
bidang ilmu sosial. Adapun Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS)
memanfaatkan bagian dari Ilmu-ilmu sosial untuk diterapkan dalam bidang
pendidikan.
Evaluasi:
Setelah
mempelajari materi pada bagian I ini, coba kalian jawab pertanyaan berikut ini:
1.
Jelaskan latarbelakang, pengertian, dan tujuan
dari IPS!
2.
Coba kalian jelaskan hubungan antara IIS dan
IPS!
3.
Berdasarkan pengalaman dan hasil pengamatan
kalian, Coba jelaskan dan berikan contoh penerapan IIS dan IPS dalam kehidupan
seharihari!
4. Berdasarkan pengalaman kalian masing-masing, coba jelaskan alasan mengapa IPS itu penting diajarkan kepada siswa sejak tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi!
4. Berdasarkan pengalaman kalian masing-masing, coba jelaskan alasan mengapa IPS itu penting diajarkan kepada siswa sejak tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi!
0 komentar:
Posting Komentar