BAB IV
PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN
MASYARAKAT
A.
Pengertian
Pendidikan
Dalam
arti luas, pendidikan adalah berusaha membangun seseorang untuk lebih dewasa.
Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal
hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya Sebaliknya
menurut jean praget pendidikan berarti menghasilkan atau mencipta walaupun
tidak banyak. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Menurut Miramba, pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Definisi ini
agaknya yang banyak dipakai di Indonesia.
Dalam Islam pendidikan didefinisikan sebagai sebuah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jelasnya pendidikan adalah setiap proses di
mana seseorang memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan/keterampilan
sikap atau mengubah sikap.
Secara
garis besar, Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi
sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang
lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini.
Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang
lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa
depan (pengalaman baru). Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal
seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara
informal lewat berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat
kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksi
peserta didik dengan masyarakat sekitar.
B.
Lembaga
Pendidikan
Tidak
bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari sejarah
perkembanganya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki beragam corak
dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari
zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang
sebagian memiliki corak ala barat dan gereja, dan corak ketimuran ala pesantren
sebagai penyeimbang, serta model dan corak kelembagaan yang berkembang saat ini
tentunya tidak terlepas dari kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut. Dalam upaya
meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek
kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada
tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77
pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan
reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan
dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah
demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan
globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
Sebagai
sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam
perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini
lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan
peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua
mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki
kepribadian dan disposisi kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan lembaga
pendidikan berfungsi sebagai alat: (1) Pengembangan pribadi; (2) Pengembangan
warga; (3) Pengembangan Budaya; (4) Pengembangan bangsa.
C.
Klasifikasi
Lembaga Pendidikan
Upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari
pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin,
material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar peserta
didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh
karena itu pembangunan lembaga pendidikan diharapkan dapat memberikan
kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera.
Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka
pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya menjadi
tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini lebih
rincinya menjadi tiga bentuk: (1) Informal; (2)
Formal; (3) Nonformal.
Sebelum
kita melngkah pada pembahasan lebih jauh, tentunya kita harus mengetahui peran
masing-masing lembaga secara umum, ketiga klasifikasi di atas dalam
pergumulanya di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda, lembaga pendidikan
pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapanya adalah lebih banyak di
arah kan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma. Lembaga
pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di
arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan
ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter
sosial. Ketiga pembagian di atas adalah merupakan perubahan mendasar,
Dalam
Sisdiknas yang lama pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan, namun masih termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah,
dan ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Penjelasan dari klasifikasi
tersebut adalah:
1.
Pendidikan
informal, atau pendidikan pertama adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan
oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri,
hal ini adalah menjadi pendidikan primer bagi peserta dalam dalam pembentukan
karakter dan kepribadian;
2.
Pendidikan
nonformal, atau pendidikan kedua meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal meliputi lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),
dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah
(pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan.
Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau
ingin melengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat, yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian professional;
3.
Jalur
formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan: (a) Umum; (b)
Kejuruan; (c) Akademik; (d) Profesi; (e) Advokasi, (f) Keagamaan.
Pendidikan
formal dapat coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat.
Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang sederajad. Sebelum memasuki jenjang
pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia
dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal (TK, atau
Raudatul Athfal), sedangkan dalam nonformal bisa dalam bentuk (TPQ, kelompok
bermain, taman/panti penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Sedangkan Pendidikan
menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan dasar terdiri atas, pendidikan
umum dan pendidikan kejuruan yang berbentuk sekolah menengah atas (SMA),
madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah
kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajad. Yang terakhir adalah pendidikan
tinggi yang merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah,
pendidikan ini mencakup program pendidikan diploma; sarjana; magister,
doktor. Perguruan tinggi memiliki
beberapa bentuk Akademi; Politeknik; Sekolah tinggi, Institut atau universitas
yang secara umum lembaga-lembaga tinggi ini dibentuk dan diformat untuk
menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, serta
menyelenggarakan program akademik, profesi dan advokasi. Semua lembaga formal di atas diberi hak dan
wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta
didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut,. Khusus bagi
perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan
yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan
dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. Untuk menagulangi permasalahan
yang cukup aktual dan meresahkan masyarakat saat ini, seperti pemberian
gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau tesis palsu, ijazah palsu dan
lain-lain, pemerintah telah mengatur dan mengancam sebagai tindak pidana dengan
sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas yang baru (Bab XX
Ketentuan Pidana, pasal 67-71).
D.
Pengertian
Perubahan Sosial Masyarakat
Perubahan
sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial
dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu
selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat
itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Masih banyak faktor-faktor penyebab
perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu
perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang kemudian memberikan
pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap
bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap
perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi yang
lambat laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum
yang bersifat formal.
Perubahan
itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai
nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan,
strukturstruktur, organisasi, lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat,
relasi-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal
kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu
respons ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama: Faktor alam; Faktor teknologi, dan Faktor
kebudayaan. Kalau ada perubahan daripada salah satu faktor tadi, ataupun
kombinasi dua diantaranya, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial.
Faktor alam apabila yang dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali
menentukan perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan
perubahan sosial atau masyarakat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali
alam mengalami perubahan yang menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu
adalah lambat. Dengan demikian masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada
perubahan alam. Praktis tak ada hubungan langsung antara kedua perubahan
tersebut. Tetapi kalau faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan
itu bisa di lihat nyata. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian
pesat, yang mengubah dan memerlukan pola relasi ataupun sistem komunikasi lain
yang baru. Dalam masyarakat modern, faktor teknologi dapat mengubah sistem
komunikasi ataupun relasi sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat
majunya sudah pasti sangat menentukan dalam perubahan sosial itu.
E.
Proses
Perubahan Sosial Masyarakat
Proses
perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan: (1) invensi yaitu proses di
mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di mans
ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi
yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau
penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial adalah
akibat komunikasi sosial.
Beberapa
pengamat terutama ahli antropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan
proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi
sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari
suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens
penerima yang menghendaki. Kami tidak memasukan tahap ini karena ia tidak
selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap
terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini
menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang
memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga
terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor
pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem
masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen serta masyarakat yang
berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat
yang tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat
yang berlaku. Perubahan sosial dalam
masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat,
perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan.
Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang
sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat
mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara
lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta kultural.
F.
Hubungan
Pendidikan Dengan Perubahan Sosial Masyarakat
Telah
dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari
generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan,
tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu
tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya.
Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta
mencetak generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode
penyampaian ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita
sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan. Perubahan sosial budaya
masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di atas tikan akan pernah bisa kita
hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk
menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga
pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga
formal ataupun yang lainya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka
perlulah diadakanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan.
Di
harapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana di atas,
diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-kader perubahan
ke arah perbaikan di masyarakat. Selanjutnya mengenai pengembangan kurikulum
ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan, yaitu: (1)
Relevansi dengan dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat; (2) Sesuai
dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang; (3) Efektifitas
waktu pengajar dan peserta didik; (4) Efisien, dengan usaha dan hasilnya
sesuai; (5) Kesinambungan antara jenis, progam, dan tingkat pendidikan; (6)
Fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memilih progam,
pengembangan progam, dan kurikulum pendidikan.
Dengan
mehamami beberapa pembagian dan penjelasan tentang masalah-masalah yang
melingkupi lembaga pendidikan masing–masing, diharapkan adanya agen-agen yang
mampu merubah kondisi negeri ini dari keterpurukan nasional, tentunya hal ini
juga diperlukan adanya langkah nyata serta bantuan baik moril ataupun materil
dari pemerintah maupun masyarakat terhadap semua undang-undang yang telah
dicanagkan agar bisa terlaksan dengan sempurna. Walaupun dari beberapa
undang-undang yang telah di tetapkan oleh pemerintah tidak luput dari kritik
dari beberapa tokoh liberal karena negara telah memasukan pemahasan-pembahasan
agama kedalam undang-undang yang berpotensi menumbuhkan gesekan antar agama.
Tentunya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi agama haruslah mengangap bahwa
hal itu hanya sebagai salah satu koreksi ke arah yang lebih baik atas peran
lembaga pendidikan di masyarakat.
Salah
satu undang-undang yang paling debatable dari keputusan pemerintang tentang
sistem pendidikan nasional adalah masalah Apa yang dilakukan oleh Pemerintah
dan anggota Dewan dengan RUU Sisdiknas Dengan memasukkan dan mempertegas
hal-hal yang bersifat keagamaan dalam RUU Sisdiknas, hal ini bisa mengarah pada
pelangengan rasa saling curiga antar agama, apalagi seperti pasal 13 (ayat 1)-pasal
ini berbunyi: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama”.
0 komentar:
Posting Komentar