BAB V
PROSES SOSIALISASI PENDIDIKAN
PROSES SOSIALISASI PENDIDIKAN
Manusia
disamping sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk sosial, yang mana manusia
yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. sedangkan kalau dilihat dari
kaca mata agama manusia memiliki dua sisi hubungan yang sangat mendasar yaitu
hubungan secara vertikal dan hubungan secara horizontal, hubungan vertikal
yaitu hubungan manusia dengan sang pencipta, dan hubungan secara horizontal
yaitu hubungan manusia dengan manusia
atau dengan kata lain sosialisasi.
Sosialisasi
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup antar sesama
manusia, karena dengan adanya sosialisasi akan membawa manfaat baik bagi
manusia itu sendiri, maupun bagi lingkungan tempat ia tinggal, manusia bisa
saling mengenal, mengerti dan memahami satu sama lainnya, sehingga memungkinkan
akan terjadi sikap saling toleran, saling menjaga dan melindungi.
A.
Pengertian
Sosialisasi
Pengertian
sosialisasi banyak disampaikan oleh para ahli antara lain yaitu Nasution
(1999:126) menyatakan bahwa proses sosialisasi adalah proses membimbing
individu ke dalam dunia sosial. Menurut pandangan Kimball Young (Gunawan, 2000:33),
sosialisasi ialah hubungan interaktif yang dengannya seseorang mempelajari
keperluan-keperluan sosial dan kultural yang menjadikan seseorang sebagai
anggota masyarakat. Pendapat dua ahli tersebut sama-sama menyatakan bahwa
sosialisasi merupakan proses individu menjadi anggota masyarakat.
Pendapat
tentang pengertian sosialisasi juga disampaikan oleh Gunawan (2000:33) yang
menyatakan bahwa sosialisasi dalam arti sempit merupakan proses bayi atau anak
menempatkan dirinya dalam cara atau ragam budaya masyarakatnya
(tuntutan-tuntutan sosiokultural keluarga dan kelompok-kelompok lainnya).
Sedangkan Soekanto (1985:71) menyatakan bahwa sosialisasi mencakup proses yang
berkaitan dengan kegiatan individu-individu untuk mempelajari tertib sosial
lingkungannya, dan menyerasikan pola interaksi yang terwujud dalam konformitas,
nonkonformitas, penghindaran diri, dan konflik. Dari pendapat tersebut dapat
dikatakan bahwa dalam sosialisasi individu belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Susanto (1983:12) menyatakan bahwa sosialisasi ialah proses yang
membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup
dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi
dalam kelompoknya.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses
individu dalam mempelajari keperluan-keperluan sosial dan kultural di
sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial.
B. Proses
Sosialisasi
Sueann
Robinson Ambron (Yusuf, 2004:123) menyatakan bahwa sosialisasi itu sebagai
proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial
sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi proses perlakuan dan bimbingan
orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau
norma-norma kehidupan bermasyarakat. Proses membimbing yang dilakukan oleh
orangtua tersebut disebut proses sosialisasi. Khairuddin (2002:65) mengungkapkan
bahwa dalam proses
sosialisasi, kegiatan-kegiatan yang dicakup adalah :
1.
Belajar
(learning)
Menurut Morgan C.T (Khairuddin,
2002:65), belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah
laku sebagai akibat dari pengalaman yang lalu. Proses belajar individu
berlangsung sepanjang hayat, yaitu belajar dari individu itu lahir sampai ke
liang lahat. Ahmadi (2004:154) mengungkapkan bahwa dalam proses sosialisasi
individu mempelajari kebiasaan, sikap, idea-idea, pola-pola dan tingkah laku dalam
masyarakat di mana dia hidup. Sosialisasi adalah masalah belajar. Dalam proses
sosialisasi individu belajar tentang kebudayaan dan keterampilan sosial seperti
bahasa, cara berpakaian, cara makan, dan sebagainya. Segala sesuatu yang
dipelajari individu mula-mula dipelajari dari orang lain di sekitarnya terutama
anggota keluarga. Individu belajar secara sadar dan tak sadar. Secara sadar
individu menerima apa yang diajarkan oleh orang di sekitarnya, misal seorang
ibu mengajarkan anaknya berbahasa dan bagaimana cara makan yang benar. Secara
tidak sadar, individu belajar dari mendapatkan informasi dalam berbagai situasi
dengan memperhatikan tingkah laku orang lain, menonton televisi, mendengar
percakapan orang lain, dan sebagainya.
2.
Penyesuaian
Diri dengan Lingkungan
Penyesuaian diri merupakan
kemampuan untuk mengubah diri sesuai dengan lingkungannya, atau sebaliknya
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya.Penyesuaian diri individu
terbagi dua yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik yang sering
disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial
yang disebut adjustment (Khairuddin, 2002:67) . Adaptasi merupakan usaha
individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang lebih
bersifat fisik.Sedangkan adjusment merupakan penyesuaian tingkah laku terhadap
lingkungan sosialnya, di mana dalam lingkungan tersebut terdapat aturan-aturan
atau norma-norma yang mengatur tingkah laku dalam lingkungan sosial
tersebut.
Khairuddin (2002:68)
menyebutkan bahwa untuk menilai berhasil atau tidaknya proses penyesuaian diri,
ada empat kriteria yang harus digunakan yaitu: (a) Kepuasan psikis; Penyesuaian
diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis, sedangkan yang gagal akan
menimbulkan rasa tidak puas; (b) Efisiensi kerja; Penyesuaian diri yang
berhasil akan nampak dalam kerja/kegiatan yang efisien, sedangkan yang gagal
akan nampak dalam kerja/kegiatan yang tidak efisien. Misal, murid yang gagal
dalam pelajaran di sekolah; (c) Gejala-gejala fisik; Penyesuaian diri yang
gagal akan nampak dalam gejala-gejala fisik seperti: pusing kepala, sakit
perut, dan gangguan pencernaan, dan (e) Penerimaan sosial; Penyesuaian diri
yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju dari masyarakat, sedangkan yang
gagal akan mendapatkan reaksi tidak setuju masyarakat. Proses penyesuaian diri
individu khususnya remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
(Hariyadi, 2003:143).
Faktor internal yaitu meliputi:
(a) Motif-motif sosial, motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam
diri organisme yang mendorong untuk berbuat (Rustiana, 2003:134); (b) Konsep
diri, yaitu cara seseorang memandang dirinya sendiri, baik mencakup aspek
fisik, psikologis, sosial maupun kepribadian; (c) Persepsi, yaitu pengamatan
dan penilaian seseorang terhadap obyek, peristiwa dan realitas kehidupan, baik
itu melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang obyek
tersebut; (d) Sikap remaja, yaitu kecenderungan seseorang untuk beraksi kearah
hal-hal yang positif atau negatif; (e) Intelegensi dan minat, dan (f)
Kepribadian.
Sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja yaitu: (a) Keluarga dan pola asuh,
meliputi pola demokratis, permisif (kebebasan), dan otoriter; (b) Kondisi
sekolah, yaitu antara kondisi yang sehat dan tidak sehat; (c) Kelompok sebaya,
yaitu merupakan teman sepermainan; (d) Prasangka sosial, yaitu adanya
kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap kehidupan
remaja; (e) Faktor hukum dan norma sosial, yang dimaksudkan di sini adalah
pelaksanaan tegaknya hukum dan norma-norma dalam masyarakat. Faktor internal
dan eksternal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Penyesuaian diri
dilakukan melalui proses belajar sehingga terjadi kebiasaan.
3. Pengalaman
mental
Pengalaman seseorang akan
membentuk suatu sikap pada diri seseorang dimana didahului oleh sikap
terbentuknya suatu kebiasaan yang menimbulkan reaksi yang sama terhadap masalah
yang sama (Khairuddin, 2002:69). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa dengan
bantuan orang lain untuk setiap pekerjaan yang harusnya dapat dikerjakan
sendiri, setelah dewasa nanti dia akan tergantung dengan orang lain.
Perkembangan
diri individu dimulai dengan proses sosialisasi, dan proses ini berlangsung
terus selama hidup. Proses sosialisasi terbagi menjadi dua periode, yaitu
sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Robinson (1986:58) mengungkapkan
bahwa lazimnya ahli-ahli ilmu pegetahuan sosial menamakan periode sosialisasi
yang pertama ketika seorang anak untuk pertama kali memperoleh identitasnya
sebagai pribadi (person) yang disebut dengan sosialisasi primer (primary sosialization). Sedangkan
sosialisasi sekunder (secondary
sosialization) berlangsung sesudah sosialisasi primer, yaitu dimana anak
menjadi anggota masyarakat yang luas.
Nasution
(1999:126) menyatakan bahwa seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam
interaksi individu dengan lingkungannya. Sosialisasi tercapai melalui
komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Hal tersebut juga disampaikan
oleh Susanto (1983:17) bahwa komunikasi merupakan dasar dari proses sosial.
Dalam interaksi sosial individu memperoleh “self concept” atau sesuatu konsep
tentang dirinya (Nasution, 1999:127). Individu akan lebih mengenal dirinya
dalam lingkungan sosialnya.
C.
Faktor
Mempengaruhi Proses Sosialisasi
Individu
akan berkembang menjadi makhluk sosial melalui proses sosialisasi. Dalam proses
ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut F.G. Robbins (Ahmadi,
2004:158), ada lima faktor yaitu: (1) Sifat
dasar, yaitu merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh
seseorang dari ayah dan ibunya; (2) Lingkungan
prenatal, yaitu lingkungan dalam kandungan ibu. Dalam periode ini individu
mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung dari ibu, misal beberapa jenis
penyakit (diabetes, kanker, siphilis) berpengaruh secara tidak langsung
terhadap pertumbuhan mental, penglihatan, pendengaran anak dalam kandungan; (3)
Perbedaan individual, meliputi
perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata, dan
lain-lain), ciri-ciri fisiologis (berfungsinya sistem endokrin), ciri-ciri
mental dan emosional, ciri personal dan sosial; (4) Lingkungan, meliputi lingkungan alam (keadaan tanah, iklim, flora
dan fauna), kebudayaan, manusia lain dan masyarakat di sekitar individu, dan
(5) Motivasi, yaitu kekuatan-kekuatan
dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi tersebut
berasal dari luar dan dalam diri individu. Faktor yang berasal dari dalam diri
individu yaitu sifat dasar, perbedaan individual, dan motivasi.Sedangkan faktor
yang berasal dari luar individu yaitu lingkungan prenatal, dan lingkungan
sekitar.
D.
Kendala
& Pendukung Proses Sosialisasi
Nasution
(1999:127-128) menyebutkan bahwa dalam proses sosialisasi tidak selalu berjalan
lancar karena adanya sejumlah kendala, yaitu: (1) Kesulitan komunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses interaksi
dengan suatu stimulus (rangsangan) yang memperoleh suatu arti tertentu dijawab
oleh orang lain (respon) secara lisan, tertulis maupun dengan aba-aba (Susanto,
1983:15). Kesulitan komunikasi dalam proses sosialisasi yaitu terjadi bila anak
tidak mengerti apa yang diharapkan darinya atau tidak tahu apa yang diinginkan
oleh masyarakat atau tuntutan kebudayaan tentang kelakuannya; (2) Adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau
yang bertentangan; (3) Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
sebagai akibat modernisasi, industrialisasi, dan urbanisasi.
Menurut
Gunawan (2000:48), dalam proses sosialisasi bisa terjadi kendala atau hambatan,
hal ini karena:
1.
Terjadinya
kesulitan komunikasi. Kesulitan komunikasi terjadi karena yang berkomunikasi
adalah manusia dengan segala perbedaannya. Djamarah (2004:63) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga yaitu: citra diri dan
citra orang lain, suasana psikologis, lingkungan fisik, kepemimpinan, bahasa,
dan perbedaan usia. Citra diri yaitu ketika orang berhubungan dan berkomunikasi
dengan orang lain, dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Suasana
psikologis mempengaruhi komunikasi, komunikasi sulit berlangsung jika seseorang
dalam keadaan marah, kecewa, bingung, diliputi prasangka, dan suasana
psikologis lainnya. Lingkungan fisik juga mempengaruhi komunikasi, karena
komunikasi dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja dengan gaya dan cara
yang berbeda. Selain itu cara kepemimpinan (otoriter, demokratis, laissez
faire), penggunaan bahasa, dan perbedaan usia juga mempengaruhi proses
komunikasi;
2.
Adanya
pola kelakuan yang berbeda-beda atau bertentangan. Pola kelakuan berbeda-beda
atau bertentangan yang diperoleh anak dapat mempengaruhi proses sosialisasi.
Anak akan merasa bingung dengan perbedaan tersebut. Pendapat para ahli di atas
pada dasarnya sama, yaitu menyatakan bahwa kendala dalam proses sosialisasi
meliputi adanya kesulitan komunikasi, pola kelakuan yang berbeda, dan akibat
perubahan dalam masyarakat. Proses sosialisasi selain memiliki kendala juga
memiliki pendukung. Gunawan (2000:49) menyatakan bahwa sosialisasi yang sukses
bila disertai dengan toleransi yang tulus, disiplin dan patuh terhadap
norma-norma masyarakat, hormat-menghormati, dan harga-menghargai.Dengan
pendukung tersebut, proses sosialisasi dapat berjalan dengan baik.
E.
Media
Sosialisasi
Sosialisasi
dapat terjadi melalui interaksi sosial secara langsung ataupun tidak langsung.
Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui kelompok sosial, seperti keluarga,
teman sepermainan dan sekolah, lingkungan kerja, maupun media massa. Adapun
media yang dapat menjadi ajang sosialisasi adalah keluarga, sekolah, teman
bermain media massa dan lingkungan kerja.
1.
Keluarga.
Pertama-tama yang dikenal oleh anak-anak adalah ibunya, bapaknya dan
saudara-saudaranya. Kebijaksanaan orangtua yang baik dalam proses sosialisasi
anak, antara lain; (a) Berusaha dekat dengan anak-anaknya; (b) Mengawasi dan
mengendalikan secara wajar agar anak tidak merasa tertekan; (c) Mendorong agar
anak mampu membedakan benar dan salah, baik dan buruk; (d) Memberikan
keteladanan yang baik; (e) Menasihati anak-anak jika melakukan
kesalahan-kesalahan dan tidak menjatuhkan hukuman di luar batas kejawaran; (f)
Menanamkan nilai-nilai religi baik dengan mempelajari agama maupun menerapkan
ibadah dalam keluarga.
2.
Sekolah.
Pendidikan di sekolah merupakan wahana sosialisasi sekunder dan merupakan
tempat berlangsungnya proses sosialisasi secara formal. Robert Dreeben
berpendapat bahwa yang dipelajari seorang anak di sekolah tidak hanya membaca,
menulis, dan berhitung saja namun juga mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universal)
dan kekhasan/spesifitas (specifity).
3.
Teman
bermain (kelompok bermain). Kelompok bermain mempunyai pengaruh besar dan
berperan kuat dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam kelompok bermain anak
akan belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya. Puncak pengaruh teman
bermain adalah masa remaja.Para remaja berusaha untuk melaksanakan nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku bagi kelompoknya itu berbeda dengan nilai yang
berlaku pada keluarganya, sehingga timbul konflik antara anak dengan anggota
keluarganya. Hal ini terjadi apabila para remaja lebih taat kepada nilai dan
norma kelompoknya.
4. Media
Massa. Media massa seperti media cetak, (surat kabar, majalah, tabloid) maupun
media elektronik (televisi, radio, film dan video). Besarnya pengaruh media
massa sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh: (a) Adegan-adegan yang berbau pornografi telah mengikis moralitas dan
meningkatkan pelanggaran susila di dalam masyarakat; (b) Penayangan
berita-berita peperangan, film-film, dengan adegan kekerasan atau sadisme
diyakini telah banyak memicu peningkatan perilaku agresif pada anak-anak yang
menonton; (c) Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi
atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
Lingkungan
kerja. Lingkungan kerja merupakan media sosialisasi yang terakhir cukup kuat,
dan efektif mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. (a) Lingkungan
kerja dalam panti asuhan. Orang yang bekerja di lingkungan panti asuhan lama
kelamaan terbentuk kepribadian dengan tipe memiliki rasa kemanusiaan yang
tinggi, sabar dan penuh rasa toleransi; (b) Lingkungan kerja dalam perbankan.
Lingkungan ini dapat membuat seseorang menjadi sangat penuh perhitungan
terutama terhadap hal-hal yang bersifat material dan uang.
0 komentar:
Posting Komentar