Headlines News :
Home » » Sumber Akhlak Mulia/Karakter

Sumber Akhlak Mulia/Karakter

Written By mikailahaninda.blogspot.com on Sabtu, 07 Maret 2015 | 09.50

 
Agama dan akhlak/karakter merupakan dua perkara yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ini menunjukkan bahwa inti dari ajaran Islam adalah mendekatkan diri kepada Allah swt. untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Ini tentu tidak cukup hanya sebatas meyakini, akan tetapi yang lebih utama adalah bagaimana melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah swt. dalam segala segi kehidupan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep agama Islam dalam menciptakan akhlak mulia harus dilakukan dengan keterpaduan terhadap semua perintah Allah swt. sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh, dan pada akhirnya akan melahirkan akhlak mulia yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.
Sumber akhlak mulia dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Al-Ghazali (M. Yatimin Abdullah, 2007: 24) berpendapat bahwa beberapa sumber akhlak mulia adalah kitab suci Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah saw, dan akal pikiran. Ini menunjukkan bahwa sumber dasar akhlak mulia adalah dari Allah swt. yang kemudian diperkuat dengan diutusnya Rasulullah saw, sebagai utusan yang membimbing ummat manusia menjalankan perintah Allah swt. sesuai dengan wahyu dari Allah swt. Penerapan kedua sumber akhlak muliat tersebut juga tidak terlepas dari adanya peran akal pikiran manusia untuk memikirkan apakah yang dikerjakan itu baik atau tidak.
Sayed Ali Ashraf (Azhar Ahmad & AB. Halim Tamuri, 2007: 6) menegaskan bahwa seseorang tidak boleh menjadi seorang yang bertaqwa tetapi tidak berakhlak pada saat yang bersamaan. Ini artinya antara akhlak dan taqwa dalam artian menjalankan segala perintah Allah swt. dan menjauhi segala larangan-Nya tidak bisa saling bertolak belakang, keduanya harus sejalan, karena dasar keduanya adalah bersumber dari Firman Allah swt. dan hadits Rasulullah saw.
Baik dan burukn akhlak dalam Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Adapun sumber yang ketiga yaitu akal pikiran tidak bisa dijadikan ukuran yang mutlak. Jika ukuran baik dan buruk akhlak itu akal pikiran, esensi dari kebaikan itu akan berbeda tergantung pada individu yang memaknakannya. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik (Marzuki, 2009: 19).
Dalam kitab suci Al-Quran, terdapat petunjuk yang lengkap bagi manusia dalam segala urusan, baik urusan yang langsung terhadap Allah swt. (hablum minallah), hubungan terhadap sesama manusia (hablum minannas), dan hubungan manusia dengan lingkungan. Dalam kitab suci Al-Quran, terdapat banyak ayat yang menerangkan tentang akhlak mulia yang kemudian langsung dipraktikkan oleh Rasulullah saw, dalam segala segi kehidupan. Seperti Firman Allah swt, dalam kitab suci (QS. Al-Ahzab: 21) yang artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Departemen Agama RI, 2005: 421).
Dalam ayat yang lain Allah swt. menguatkan dasar dari akhlak mulia dalam (QS. Al-‘Asr: 1-3) yang artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Departemen Agama RI, 2005: 602).
Dari ayat Al-Qur’an tersebut, setelah bersumpah, Allah swt. menerangkan bahwa manusia yang memperoleh kejayaan, kebahagiaan, dan keberuntungan hanyaah manusia yang bersifat dengan empat dasar akhlaq yang mulia, yaitu: 1) iman dan percaya kepada Allah swt, secara sungguh-sungguh, 2) melaksanakan amalan-amalan shalih, 3) tolong-menolong dalam kebenaran (haq), dan 4) tolong-menolong mewujudkan kesabaran (Ibnu Husein, 2004: 7). 
Makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an yang singkat tetapi konkret, menyeluruh, dan saling terkait ini menggambarkan bahwa agama terdiri atas empat perempat sendi yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Seperempat sendinya adalah iman yang benar, seperempat sendinya amal shalih (baik terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat), seperempat sendinya kebenaran dan seperempat sendinya lagi adalah sabar. Dengan demikian, jelaslah bahwa agama itu merupakan kesatuan dari iman yang benar, amal yang shalih, kebenaran, dan kesabaran (Ibnu Husein, 2004: 7).
Selain itu, Islam juga menetapkan nilai-nilai akhlak murni yang diwariskan kepada umat manusia, dari generasi ke-generasi berikutnya dengan berpedoman kepada Al-Quran dan hadits Nabi. Hal yang demikian itu secara langsung diterapkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupan sehari-hari kepada para sahabat Nabi, sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah saw. diutus Allah swt. selain menyempurnakan akhlak yang mulia juga menghilangkan keterbelakangan serta kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam (Yusuf Al-Qaradhawi, 2004: 29).
Begitu pentingnya akhlak mulia ini bagi kehidupan manusia, sehingga dalam mengemban tugas kenabiannya, sebagai suri tauladan bagi umat manusia Rasulullah saw. selalu memohon kepada Allah swt. agar menghiasinya dengan adab yang baik serta akhlak yang mulia (Al-Ghazali. 2007: 201). Rasulullah saw. berkata dalam do’anya:
اَللَّهُمَّ حَسِّنْ خُلُقِي وَخَلْقِي
Artinya: Ya Allah, baguskanlah akhlaq dan bentukku (Al-Ghazali, 2007: 201).
Berbagai pendapat tentang akhlak mulia tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. adalah the living Quran atau contoh nyata aktualisasi Al-Qur’an. Di antara akhlak Rasulullah saw. adalah shidiq (jujur), istiqomah (konsisten), fathanah (cerdas), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (menyampaikan). Kesemuanya itu dapat menjadi contoh untuk diteladani dalam menerapkan nilai-nilai akhlak mulia (Tasman, 2001: 189).
Dari semua sumber akhlak mulia yang telah dipaparkan di atas, ada dua sumber akhlak mulia yang masih tetap menjadi pegangan dalam menerapkan akhlak mulia, yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. yang sampai sekarang masih terjaga keautentikannya, kecuali Sunnah Rasulullah saw yang memang dalam perkembangannya banyak ditemukan hadis yang tidak benar (dla’if) (Marzuki, 2009: 19). Melalui kedua sumber akhlak tersebut dapat dipahami bahwa sifat sabar, tawakkal, syukur, pemaaf, pemurah, penyayang, mengasihi, pemurah dan mencintai, termasuk sifat-sifat  yang baik dan mulia lainnya. Sebaliknya, juga dapat diketahui bahwa sifat syirik, kufur, nifaq, hasad, denggki, takabur, sombong, pemarah, dan pendendam, merupakan sifat-sifat tercela. Ketika dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw, tidak menegaskan secara jelas mengenai nilai dari sifat-sifat tersebut, disinilah kemungkinan akal untuk memberikan penilain atau klarifikasis yang berbeda-beda.
Berdasarkan dua sumber akhlak mulia yang mutlak tersebut, dalam kehidupan sehari-hari Islam tidak menafikan adanya standar lain selain Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw untuk menentukan baik dan buruknya akhlak manusia. Standar lain yang dapat digunakan untuk menentukan baik dan buruk adalah akal dan nurani manusia serta pandangan umum masyarakat (Marzuki, 2009: 20). Ini menunjukkan bahwa Islam itu bersipat fleksibel, statis, dan tidak kaku, sehingga ajaran Islam selalu sejalan dengan perkembangan zaman sebagai bentuk rahmatan lil alamin.
Dalam melakukan klarifikasi kebenaran akhlak, akal tidak bisa dipakai sepenuhnya untuk menentukan baik dan buruknya akhlak, karena akal pikiran cenderung bersifat subjektif dan relatif. Begitu juga halnya dengan pandangan masyarakat yang lebih bersifat relatif dan bahkan nilainya paling rendah dibandingkan kedua standar sebelumnya. Hanya masyarakat yang memiliki kebiasaan (tradisi) yang baik yang dapat memberikan ukuran yang lebih menjamin baik buruknya suatu akhlak (Marzuki, 2009: 21).
Abdul Haq Ansari (Azhar Ahmad & Abdul Halim Tamuri, 2007: 3) mengatakan bahwa satu lagi sumber yang harus diambil sebagai sumber akhlak yaitu amalan para sahabat Nabi, mereka adalah golongan yang dilatih sendiri oleh Rasulullah saw. kehidupan mereka penuh dengan nilai Islam dengan mencontoh Rasulullah saw. serta telah diiktiraf oleh Rasulullah saw. sebagai golongan terbaik. Klarifikasi kebenaran akhlak berdasarkan kebiasaan para sahabat masih perlu diklarifikasi lagi, dikarenakan sumber keasliannya yang sudah banyak dipengaruhi oleh berbagai pemikiran para tokoh yang mengembangkannya dalam bentuk hasil ijtihad.
Berdasarkan berbagai paparan pendapat para tokoh ilmuan tentang sumber akhlak mulia yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran baik dan buruknya akhlak bisa diperoleh melalui berbagai sumber. Ukuran baik bisa bersumber dari Al-Quran, Sunnah Rasulullah saw. akal pikiran, pandangan umum masyarakat, dan keteladanan sahabat Rasulullah saw. sebagai pewaris Nabi (warasatul anbiya’).
Dari sekian banyak sumber akhlak yang ada, hanya Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. yang tidak diragukan kebenarannya. Sedangkan sumber-sumber yang lainnya masih cenderung bersifat subjektif dan relatif, sehingga dapat diketahui bahwa ukuran yang utama mengenai baik dan buruk akhlak dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.
Share this article :

0 komentar:

 
Support : Berbagi | AULIA | Mikaila
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. DARIKU UNTUKMU - All Rights Reserved